Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Pasangan Yang Mesti Dihindari (I)". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, berbicara tentang perjodohan, memang rasanya ini tidak ada habis-habisnya karena banyak muda-mudi yang saling mencari pasangannya. Tetapi judul perbincangan kita sekarang ini adalah "Pasangannya yang dihindari" padahal untuk mencarinya saja sudah sulit dan sekarang mesti dihindari, apa alasannya?
PG : Pak Gunawan, kadang-kadang kita beranggapan pernikahan itu adalah utopia, yakni suatu tempat yang sempurna, yang indah dimana tidak ada lagi tangis dan duka dan menjawab semua persoalan hiup kita.
Dan yang menjadi pertanyaan adalah hal itu bukanlah pernikahan, tapi itu hanya impian kita saja. Itu sebabnya kita mesti berhati-hati, mesti cermat dalam memilih pasangan hidup karena kita mesti menjalani sebuah relasi dimana kita harus saling menyesuaikan diri dengan perbedaan-perbedaan dan itu tidak mudah. Yang menyulitkan dalam penyesuaian diri adalah karakter-karakter tertentu, Pak Gunawan. Itu sebabnya waktu kita masih berpacaran atau dalam tahap berkenalan kita mesti cermat melihat beberapa karakter atau sifat yang tidak cocok untuk pernikahan, kalau nantinya kita tetap menikah maka besar kemungkinan kita akan menghadapi masalah. Apa yang nanti kita akan bahas bukanlah rahasia umum, banyak orang yang sudah mengetahuinya. Tapi kenapa kita mau angkat kembali masalah ini sebab banyak orang yang menyepelekan pada saat memilih pasangan hidup dan beranggapan hal itu adalah hal-hal kecil dan tidak apa-apa. Tapi setelah menikah barulah masalah-masalah ini menggunung dan menjadi sebuah problem yang besar dalam rumah tangga.
GS : Mungkin itu akibat dari kebutuhan yang mendesak Pak Paul, kita sudah tahu kalau kita harus mencari pasangan yang seiman, tapi itu sulit sehingga orang akan menutup mata dan setelah mereka menikah barulah mata mereka terbelalak.
PG : Sehingga orang akan berkata bahwa cinta itu buta, dalam pengertian cinta bisa membutakan pertimbangan kita. Pertanyaannya adalah kenapa cinta bisa membutakan mata kita ? Tadi benar yang Pa Gunawan sudah sebut yaitu kita sudah didesak oleh kebutuhan, didesak oleh tekanan-tekanan sosial namun salah satunya juga adalah kita dikuasai oleh cinta yang berupa emosi.
Dan emosi yang kuat seperti cinta itu memang sanggup membelokkan pertimbangan kita sehingga akhirnya kita menutup mata dan berkata, "Tidak apa-apa" atau mungkin kita sama sekali tidak melihatnya.
GS : Mungkin kita masuk ke dalam pokok pembicaraan Pak Paul, karakter semacam apa yang seharusnya dihindari ?
PG : Yang pertama yang kita mesti hindari adalah pasangan yang suka berbohong. Jika pada masa sebelum menikah dia telah kerap berbohong maka besar kemungkinan ia akan melanjutkan kebiasaannya smpai pernikahan.
Memang ada orang yang berbohong karena takut, adapula yang berbohong karena ingin memberi kesan yang lain tentang dirinya, namun ada yang berbohong karena menutupi perbuatannya. Apa pun alasannya, kita mesti berhati-hati dengan orang yang mudah berbohong, jadi janganlah kita menyepelekan kalau pasangan kita mulai berbohong. Kalau kita tahu dia berbohong maka kita tanya, kemudian dia berkata, "Itu hal kecil, saya kira kamu tidak mau tahu hal itu, saya pikir kamu sudah tahu, saya lupa dan sebagainya" hal itu yang terus menjadi pola maka itu adalah suatu tanda awas yang penting untuk kita perhatikan.
GS : Kadang-kadang karena kita sudah terlanjur senang, tertarik atau cinta dengan orang itu, maka hal-hal seperti itu kita sepelekan, "Dia berbohong, saya sendiri juga sering berbohong," jadi ditolerir.
PG : Padahalnya ini adalah sesuatu yang sangat berbahaya dalam kehidupan pernikahan. Kita akan bahas 4 alasan kenapa kita mesti berhati-hati dengan tipe orang yang suka berbohong. Yang pertama dalah orang yang mudah berbohong cenderung mengambil jalan pintas yang mudah sebab kebohongan merupakan caranya untuk menghindar dari kesulitan.
Jadi misalkan dalam masa berpacaran dia tidak mau menghadapi suatu masalah, maka dia mengambil jalan pintas dengan cara berbohong, dia menutupi apa yang dia lakukan, dia menutupi hal yang tadi sudah terjadi karena dia tidak mau menimbulkan masalah. Kenapa? Karena dia tidak tahan, atau tidak terbiasa menghadapi masalah.
GS : Memang membutuhkan latihan tersendiri untuk bisa menghadapi masalah secara nyata, memang akan lebih enak dan cepat selesai kalau mengambil jalan pintas seperti ini. Tapi masalahnya adalah bagaimana kita tahu kalau dia sedang mengambil jalan pintas, Pak Paul ?
PG : Memang untuk bisa mengetahuinya itu tidak mudah. Karena waktu kita berpacaran kita memulainya dengan kepercayaan, dan sudah tentu tidak baik kalau dari awal kita menaruh curiga kepada dia.Biasanya kita memulai dengan kepercayaan jadi kita tidak berpikir bahwa dia berbohong namun saya percaya satu hal, Pak Gunawan, bahwa Tuhan itu hidup dan menuntut hidup anak-anak yang dikasihinya sehingga kalau kita meminta pimpinan Tuhan, saya yakin Tuhan akan menghadirkan situasi dimana pada akhirnya kita disadarkan, diberitahu bahwa pasangan kita telah berbohong.
Kemudian kita konfrontasikan, mungkin awalnya dia mulai berkelit namun akhirnya dia akan mengakui, "Memang saya tidak mengakui apa yang sebenarnya terjadi." Sudah tentu kalau ini terjadi, mungkin masih bisa dimaafkan namun kalau ini menjadi pola hidupnya maka kalau ada kesulitan dia pasti berbohong. Misalnya dia tidak berbohong kepada kita secara langsung tapi dia berbohong kepada orang lain, maka kita harus berjaga-jaga. Karena kalau ini menjadi pola dia berbohong dalam menghadapi kesulitan, maka tinggal tunggu waktu dia pun akan melakukan hal yang sama di dalam rumah tangga kita nantinya.
GS : Tetapi kadang-kadang kita beranggapan, "Nanti kalau sudah menikah saya akan mengajari dia untuk tidak berbohong" dan itu bagaimana, Pak Paul ?
PG : Masalahnya adalah kalau orang sudah terbiasa melakukan hal yang mudah yaitu kebohongan untuk bisa lepas dari kesulitan, kenapa dia harus menghadapinya dengan hal yang lebih sukar. Memang mnghadapi kesulitan itu tidak gampang.
Jadi untuk dia belajar sesuatu yang baru itu tidaklah gampang. Namun dalam masa berpacaran, kalau kita ketahui dia berbohong sebaiknya kita tegur dia, kita minta dia berubah. Saya kira itu suatu tindakan yang tidak salah, kita beri dia kesempatan dan kita akan melihat apakah dia membuktikan dirinya berani menghadapi kesulitan ataukah dia tetap lari dari kesulitan dan berbohong. Kalau kita sudah menegur dan dia berubah, sehingga ada jangka waktu yang cukup panjang dari bohong yang terakhir sampai kita mau menikah, ada keyakinan diri, damai sejahtera maka baiklah kita menikah dengan dia.
GS : Alasan yang lain apa Pak Paul ?
PG : Orang yang berbohong acapkali tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya, itu sebabnya berpasangan dengan tipe ini akan menyulitkan. Hidup menuntut tanggung jawab dan orang yang mengela tanggung jawab adalah orang yang tidak dewasa.
Besar kemungkinan dia menyalahkan orang lain agar dapat melepaskan dirinya dari tanggung jawab. Misalkan di tempat pekerjaannya dia menghadapi suatu masalah dan akhirnya dia diberhentikan, maka dia akan berputar-putar dan mengatakan bahwa semua oranglah yang salah. Kita mungkin berpikir bahwa hal ini bukanlah kebohongan, tapi kalau bukan berbohong lalu apa ? Dia sama sekali tidak mau mengakui tanggung jawabnya, dia melemparkan tanggung jawab kepada semua orang. Ini berarti kalau sekarang dilakukan dengan orang lain, berarti nantinya setelah menikah kemungkinan besar dia akan melakukannya dengan kita. Kalau ada masalah dia akan lari dari tanggung jawab, dia menyalahkan kita, dia marah, Kalau kita yang membuat dia marah, dia lepas kendali, maka dia akan mengatakan bahwa kitalah yang membuat dia lepas kendali. Jadi seolah-olah dia merasa tidak harus memikul tanggung jawab sebab semua kesalahan orang lain. Ini adalah bahaya yang nantinya bisa mengancam rumah tangga kita, kita akan frustrasi kalau berhubungan dengan orang tipe ini karena kita tidak bisa benar-benar berhadapan dengan dia muka dengan muka, kalau ada kesulitan dia mau mengambil jalan pintas, kalau ada masalah dia mau lepas tanggung jawab menyalahkan orang atau menceritakan sebuah kisah yang baru atau sebuah kisah yang tidak berdasar. Akhirnya kita bingung bagaimana caranya untuk menghadapi dia karena dia tidak mau berterus terang dengan kita, dia selalu berputar-putar. Dan ini adalah bahaya yang harus kita alami kalau menikah dengan orang tipe ini.
GS : Tapi sebenarnya apakah orang itu menyadari kalau ini suatu kebohongan atau hanya untuk membela diri sendiri, Pak Paul ?
PG : Kebanyakan orang-orang yang melarikan diri dari tanggung jawab akan berkata, "Saya tidak berbohong" sebab dia berkata, "Saya melihatnya begini, dan saya kira itu bukan bagian saya ." Jadi ekali lagi orang yang berbohong jarang berkata, "Saya berbohong," sebab dia mau mempertahankan citra diri yang baik.
GS : Alasan yang ketiga apa, Pak Paul ?
PG : Ada orang yang sering berbohong dan menganggap itu tidak apa-apa. Tapi akan ada sesuatu yang sangat berbahaya yaitu dia kehilangan hati nurani, sekali nurani hilang maka apa pun akan dihallkannya.
Banyak orang yang berbohong untuk melakukan dosa, dengan berbohong ia akan dapat menutupi dan melakukan dosa tanpa terhalangi. Saya kira, Pak Gunawan, baik saya maupun Pak Gunawan dan juga pendengar, kita banyak mengetahui kasus-kasus seperti ini, orang-orang yang terus bergelimangan dalam dosa akan membohongi pasangannya, seolah-olah mereka tidak berbuat dosa itu. Kenapa dia berbohong ? Karena dia ingin melakukan dosa-dosa tersebut dan memperoleh ijin untuk bisa melakukan dosa-dosanya. Akhirnya hati nuraninya habis mati. Begitu hati nurani mati, itu akan menakutkan karena dia bisa melakukan apa saja tanpa merasa bersalah sedikit pun.
GS : Sebenarnya dalam hal ini, dosa lebih besar dari pada bohongnya itu sendiri, Pak Paul?
PG : Betul sekali dengan kata lain dia memang masih mau melakukan dosa, itu sebabnya dia masih terus mau berbohong.
GS : Ada alasan yang lain, Pak Paul ?
PG : Yang lain adalah orang yang berbohong tidak dapat dipercaya, Pak Gunawan. Dan tanpa kepercayaan maka pernikahan akan ambruk, kita akan selalu bertanya-tanya apa yang sedang dia lakukan. Ap pun yang dilakukannya membuat kita meragukan ketulusannya dan tatkala tidak ada kepercayaan bagaimanakah kita bisa menjalani relasi yang begitu intim, ini adalah kondisi yang tidak nyaman.
GS : Kalau kita tidak bisa percaya kepada orang yang suka berbohong, apakah pasangan kita juga bisa percaya kepada kita ?
PG : Dan ini masalahnya, kebanyakan pasangan dari orang yang sering berbohong adalah orang yang memang bisa dipercaya. Jadi dia sangat percaya kepada pasangannya dan dia juga sering membohongi asangannya, karena seringkali yang satunya ini polos, tulus, apa adanya, orangnya baik, berintegritas sehingga menjadi korban dia.
Kalau dia menikah dengan orang yang sama-sama pembohong, dia juga tahu kalau susah berbohong dengan orang yang suka berbohong karena masing-masing bisa menangkap sinyal-sinyal kebohongan itu.
GS : Yang saya pikirkan adalah kalau dia suka berbohong maka dia akan menganggap orang lain juga suka berbohong seperti dia, padahal pasangannya belum tentu seorang pembohong.
PG : Dia mungkin saja memperlakukan orang lain seperti itu tapi biasanya orang yang suka berbohong akan berusaha keras mencari pasangan hidup yang tulus, yang polos karena dia tidak mau dibohoni di dalam relasi yang begitu intim.
Tapi besar kemungkinan dengan orang lain di luar rumahnya, dia susah sekali percaya dengan orang.
GS : Pak Paul, sebelum kita menginjak pada karakter yang berikutnya mungkin ada ayat Firman Tuhan yang ingin Pak Paul bacakan ?
PG : Ini Firman Tuhan mengingatkan di Amsal 10:31,32 "Mulut orang benar mengeluarkan hikmat, tetapi lidah bercabang akan dikerat. Bibir orang benar tahu akan hal yang menyenangkan, tetapi mulu orang fasik hanya tahu tipu muslihat."
Jadi Tuhan benar-benar memberikan kata-kata yang keras, "Lidah bercabang akan dikerat" tapi Tuhan juga katakan, "Tipu muslihat itu adalah milik orang fasik sedangkan bibir orang benar tahu akan hal yang menyenangkan dan mulut orang benar mengeluarkan hikmat."
GS : Memang jelas sekali Pak Paul, dan mudah-mudahan itu cukup menegur orang yang mungkin masih hidup di dalam kebohongan mereka. Karakter yang berikutnya apa, Pak Paul ?
PG : Pasangan yang mesti dihindari selain suka berbohong adalah pasangan yang pemarah dan suka memukul. Kebanyakan kasus pemukulan sebenarnya berawal pada masa berpacaran namun kebanyakan kita embiarkannya.
Sayangnya adalah karena didiamkan, akhirnya terjadi pengulangan. Dan pengulangan disebabkan oleh ciri atau karakter yang mesti kita waspadai.
GS : Dalam hal membiarkan, ini sebenarnya bukan menyetujui tapi memang tidak berani.
PG : Adakalanya tidak berani, adakalanya beranggapan, "Tidak apa-apa mungkin dia lagi lemah, emosinya sedang naik," jadi akhirnya kita menjadi pemaaf sekali. Memang pemaaf itu penting dan harusnamun di dalam hal mencari pasangan hidup selain memaafkan kita juga harus berani memutuskan.
Jangan sampai kita itu membawa diri kita masuk ke dalam suatu perangkap yang berbahaya.
GS : Tapi tentu saja untuk orang yang suka memukul atau marah-marah, pasti punya alasan Pak Paul, biasanya alasan apa yang digunakan ?
PG : Biasanya orang yang suka marah akan berkata, "Kamu yang membuat saya marah" jadi seringkali menyalahkan orang. Atau yang kedua adalah, "Kamu itu kurang ajar kepada saya, jadi saya harus meukul kamu untuk mengajar kamu supaya kamu tidak lagi mengulangi perbuatan kamu yang kurang ajar kepada saya."
Sudah tentu apakah bisa alasan itu dibenarkan ? Bisa. Tapi tetap meskipun kita boleh punya alasan yang benar tapi tetap tidak boleh menggunakan kekerasan atau memukul pasangan karena cara itu adalah cara yang salah. Kita harus membereskan masalah yang ada dengan cara yang lain, tidak boleh dengan cara memukul.
GS : Biasanya orang yang suka memukul, setelah memukul akan menyesal.
PG : Betul sekali. Makanya setelah memukul mereka akan meminta maaf, biasanya pasangan melihat ketulusannya dan menyesali kekerasan yang telah dia lakukan dan hati pun luluh kemudian menerimany kembali dan kita berkata "Bukankah Tuhan pun meminta kita untuk memaafkan orang yang bersalah kepada kita, jadi tidak apa-apa dan saya mengampuni."
Beri pengampunan tapi dengan kata-kata, "Sekali lagi kamu ulang maka saya tidak mau lagi bersama dengan kamu" kita tidak perlu berkata sampai tujuh kali kamu pukuli saya kemudian baru saya putuskan, atau kita berkata "Kamu pukuli 7x70 kali baru saya putuskan," itu salah ! Dalam hal pemukulan, ini bukan soal memaafkan, dalam hal menikah orang yang memukuli kita ini tidak ada kaitannya dengan memaafkan. Kita boleh memaafkan dan memang itulah yang Tuhan kehendaki tapi sekali lagi kita mesti bijaksana, apakah kita bijak menikah dengan orang yang kita tahu memiliki perbedaan perangai dan senang memukuli orang.
GS : Tapi orang itu berkata, "Semua orang pasti punya kelemahan dan kelemahan saya justru memukul orang."
PG : Masalahnya adalah untuk pernikahan pemukulan itu berdampak sangat buruk baik bagi pribadi yang bersangkutan, yang dipukul atau nanti pada anak-anak yang harus menyaksikan orang tua bertengar dan dipukuli.
Itu berdampak sangat traumatis sekali bagi jiwa anak-anaknya. Dengan kata lain, kalau kita tahu pasangan kita mempunyai masalah dengan pemukulan kemudian kita tetap menikah, tetap punya anak, menurut saya ini bukan sikap bertanggung jawab, karena nantinya kita akan membuat anak-anak menderita dan membawa derita itu kepada jiwanya sampai nanti dewasa pula.
GS : Ini seringkali dilakukan oleh yang pria terhadap yang wanita. Tetapi apakah pernah yang wanita terhadap yang pria, Pak Paul ?
PG : Ada meskipun jarang tapi tetap ada. Ada tipe-tipe wanita yang beremosi sangat tinggi dan meledak-ledak dan kalau marah akhirnya tidak lagi bisa mengontrol dirinya malahan memukuli suaminya Kebanyakan dalam kasus seperti ini, kebetulan si wanita menikah dengan suami yang lemah lembut dan agak pasif sehingga kalau dipukuli dia hanya diam saja.
GS : Pak Paul, seringkali ada harapan dari pasangan yang menjadi korban, nanti dengan bertambahnya usia orang ini akan makin bisa mengontrol dirinya dan mengurangi kebiasaan memukul, ini suatu harapan yang realistis atau tidak, Pak Paul?
PG : Saya mengerti, Pak Gunawan, memang dalam benak mungkin saja terbersit pemikiran, "Mungkin sekarang dia tidak sadar tapi mungkin dia akan sadar, siapa manusia yang tidak bisa belajar dari ksalahannya."
Tapi untuk kasus seperti ini jauh lebih baik kalau kita mencegah daripada kita terjerumus sebab banyak harapan seperti ini dan tidak terbukti, lebih banyak pemukul yang melanjutkan kebiasaan buruknya sampai setelah menikah, sekali pola pemukulan terpancang, maka sukar sekali untuk mencabutnya. Apalagi mengingat kebanyakan pemukul mempunyai daya stress yang tipis, karena dia tidak bisa mengatasi stress. Waktu dia tertekan, pusing, dia susah sekali mengendalikan dirinya dan akhirnya pemukulanlah yang terjadi. Jadi dengan kata lain sebelum masalah pokok diselesaikan maka dia akan terus melakukannya, stres-stres akhirnya meledak. Memang sudah tentu adakalanya ini yang terjadi, si istri bisa juga memicu tindakan-tindakan si suami, mengkonfrontasi menantang si suami. Tapi tetap harus saya katakan apa pun yang dilakukan istri kepada kita dengan kata-katanya, kita tidak boleh membalas dengan kekasaran atau pemukulan.
GS : Mungkin ada alasan yang lain, Pak Paul, mengapa orang mudah memukul calon pasangannya ?
PG : Salah satu yang umum adalah kebanyakan orang yang pemukul, sebetulnya melihat pada masa kecilnya Papa memukul Mamanya akhirnya mereka mengadopsi cara yang salah itu dan dia menerapkan di dlam rumah tangga, meskipun pada masa pacaran dia tidak memberitahu pacarnya, dan setelah menikah barulah dia bercerita bahwa, "Benar memang waktu kecil saya melihat Papa memukul Mama, kalau Mama tidak menurut maka Papa marah dan langsung pukul," walau pun waktu kecil dia benci melihat Papa memukul Mamanya tapi setelah dia dewasa dia mengulang perbuatan yang sama itu.
Akhirnya yang terjadi adalah pemukulan menjadi alat untuk menguasai pasangan dan itulah yang dia lakukan bukan saja untuk membungkamkan kita. Akhirnya kalau ada apa-apa, dia mau paksakan kehendaknya dia lakukan dengan cara memukul. Hidup dengan pemukul begitu mencekam, membuat kita ketakutan terus-menerus, anak-anak pun harus hidup dalam ketegangan akibat kekerasan yang dialaminya di rumah.
GS : Di dalam hal memukul Pak Paul, kadang-kadang mereka juga tidak percaya dengan dirinya sendiri, sehingga dia harus menggunakan kekerasan sehingga seolah-olah dia mau menguasai pasangannya.
PG : Seringkali menghentikan reaksi itu adalah gengsi, Pak Gunawan. Jadi dia berpikir gengsinya itu hanya bisa dipertahankan kalau dia menggunakan kekerasan. Kalau dia harus bicara baik-baik degan meminta istrinya tidak melakukan hal itu, maka dia merasa bahwa dia merendahkan diri dan dia tidak mau begitu.
Sehingga dia akan gunakan cara-cara yang keras, sekaligus untuk mempertahankan gengsinya sebagai seorang laki-laki dan ini yang salah. Kita mesti benar-benar belajar sekuat tenaga menahan emosi kita, kita tidak boleh sekali pun memukul pasangan kita.
GS : Sebenarnya memukul tidak perlu ke fisik kita, Pak Paul. Dia memukul barang-barang yang ada di sekitar kita dan sebenarnya itu adalah gambaran bahwa dia mau memukul diri kita.
PG : Betul. Kondisi itu akan menimbulkan perasaan yang sangat mencekam, perasaan yang begitu menakutkan karena terbersit dalam pikiran kita kalau hari ini dia pukul meja, maka bisa-bisa besok wjah saya yang dipukuli.
GS : Dan biasanya kalau sudah ada anak-anak, maka anak-anak juga akan ketakutan mempunyai orang tua yang seperti itu, Pak Paul ?
PG : Takut sekali, Pak Gunawan. Sebab ada anak-anak yang setelah besar dihantui oleh ketegangan dan ketakutan akhirnya setelah menjalani terapi dan konseling yang panjang baru terbuka kesadaranya bahwa dia mengalami ketakutan waktu melihat bahwa wajah ayah atau ibunya yang membelalak yang wajahnya merah, menyeramkan, suaranya keras walaupun dia tidak dipukul.
Misalkan yang dipukul adalah ibunya tapi waktu dia melihat hal itu berkali-kali itu cukup menggoreskan bekas yang begitu dalam, sehingga hidupnya selalu dihantui oleh kecemasan.
GS : Jadi sebenarnya orang yang suka memukul ini bukan orang yang berani, tapi orang yang ketakutan.
PG : Sebetulnya ada 2 jenis, Pak Gunawan dan yang lebih banyak adalah orang yang ketakutan tapi ada juga orang yang berani dalam pengertian tidak ada lagi hati nurani, tidak takut dengan segalahal, dan benar-benar nekat dan orang yang seperti ini memang orang yang sangat berbahaya.
GS : Pak Paul, sekarang ini kita baru membicarakan dua karakter dari orang-orang yang harus kita hindari untuk kita jadikan pasangan hidup, tentu masih ada hal lain yang kita akan bicarakan pada kesempatan yang akan datang. Namun sebelum kita akhiri perbincangan kali ini mungkin Pak Paul akan membacakan Firman Tuhan dan membuat suatu kesimpulan.
PG : Amsal 14:16,17 berkata, "Orang bijak berhati-hati dan menjauhi kejahatan, tetapi orang bebal melampiaskan nafsunya dan merasa aman. Siapa lekas naik darah, berlaku bodoh, tetapi orang yangbijaksana, bersabar."
Pernikahan dengan seorang pembohong dan pemukul adalah pernikahan yang beresiko tinggi dan berdaya merusak, maka hindarilah. Doronglah dia untuk menerima pertolongan dan pantaulah pemulihannya lewat rentang waktu yang panjang, jangan cepat jatuh kasihan sebab pernikahan bukanlah sebuah rumah sakit untuk merawat orang yang bermasalah. Sudah semestinya kita membereskan masalah sebelum menikah agar tidak menimpakannya pada pasangan.
GS : Terima kasih untuk Pak Paul perbicangan ini dan saya rasa ini suatu perbincangan yang sangat dibutuhkan oleh para pendengar kita, namun kita belum selesai dengan perbincangan kali ini dan kita berharap tentunya para pendengar akan terus mengikuti acara ini supaya bisa mengetahui kelanjutan dari pembicaraan ini pada kesempatan yang akan datang. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pasangan Yang Mesti Dihindari (Bagian I)." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.