Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Membedakan Cinta dan Suka". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, bagi sebagian orang memang susah membedakan yang namanya suka, tertarik dan cinta. Itu bedanya bagaimana Pak Paul?
PG : Memang ada perbedaan Pak Gunawan, ini memang mesti dicermati, sebab kalau tidak adakalanya orang menyamakan keduanya dan ada yang memutuskan menikah atas dasar suka meskipun menurut orang ersebut dasarnya adalah cinta.
Sudah tentu suka dan cinta bukanlah dua perasaan yang berlawanan, sering kali suka mendahului cinta, dengan kata lain dari suka berkembanglah cinta. Namun keduanya memiliki beberapa perbedaan. Yang pertama adalah suka dan cinta berbeda dalam hal pemunculannya. Biasanya suka muncul dalam waktu yang singkat sedangkan cinta bertumbuh lewat pengenalan yang panjang. Jadi perasaan yang kita rasakan tatkala bertemu dengan seseorang dan langsung "mencintainya" sebenarnya adalah rasa suka yang kuat. Kenapa saya berkata seperti itu, sebab cinta tidak bertumbuh dalam waktu yang sesingkat itu, yang bertumbuh dalam waktu yang sesingkat itu adalah rasa suka. Jadi kita membedakan rasa suka dan cinta, pertama-tama dari pemunculannya itu.
GS : Tetapi yang Pak Paul katakan lama atau sebentar bukankah itu relatif sekali, itu tergantung bagaimana intensitas mereka di dalam berkomunikasi. Sejauh mana kita tahu bahwa tadinya kita suka dan sekarang kita mulai masuk ke cinta?
PG : Biasanya kita harus melewati waktu yang lumayan panjang, berbulan-bulan. Jikalau cinta, maka rasa suka itu akan bertumbuh. Setelah melewati waktu misalkan 5, 6 bulan dan rasa itu tetap adadan malah makin menguat, kita bisa dengan aman berkata, ini lebih dari sekadar rasa suka, ini adalah cinta; meskipun cinta itu sendiri harus mengalami ujian-ujian.
Tapi setidak-tidaknya kita akan lebih aman untuk memanggilnya cinta, tapi kalau misalkan baru satu hari kita langsung berkata ini cinta, kemudian kita memutuskan sebulan kemudian untuk menikah; saya kira ini terlalu tergesa-gesa. Ini kadang-kadang yang terjadi di Amerika Serikat, ada orang-orang pergi ke Las Vegas dalam masa kencan mereka. Tiba-tiba dalam satu malam mereka memutuskan, "Marilah kita menikah." Di Las Vegas, memang untuk menikah sangat mudah sekali, sudah ada wedding caple yang langsung bisa menikahkan mereka. Langsung pergi ke wedding caple yang sering kali buka 24 jam dan di sana langsung menikah. Tapi apa yang terjadi, seminggu kemudian mereka menyesal berkata, "Kenapa harus menikah dengan kamu, ternyata tidak cocok dan sebagainya." Dan perasaan yang tadinya begitu kuat, sekarang hilang, tidak ada lagi. Apa yang terjadi? Rasa suka itu akhirnya lenyap dan digantikan oleh perasaan tidak tertarik sama sekali. Jadi waktu biasanya akan diperlukan, sekitar mungkin 5, 6 bulan untuk bisa memastikan bahwa ini adalah sebuah perasaan cinta.
GS : Tetapi bukankah ada orang yang mengatakan cinta pada pandangan pertama, artinya lihat pertama kali sudah cinta, nah itu bagaimana Pak Paul?
PG : Saya kira itu bukan cinta tapi rasa suka yang sangat kuat. Apakah dari situ bisa berkembang menjadi cinta? Bisa, sudah tentu lebih baik memulai sebuah relasi atas dasar suka daripada atas asar benci.
Meskipun ada orang yang berkata dari benci nanti lama-lama bisa menjadi cinta, ya mungkin saja tapi bukankah jauh lebih baik bahwa relasi itu didasari awalnya oleh rasa suka. Rasa suka yang sangat kuat, seolah-olah kita menemukan yang kita cari-cari itu, itulah yang sering kali dikatakan sebagai cinta pada pandangan pertama.
GS : Jadi selain unsur waktu, unsur apalagi yang membedakan antara suka dan cinta itu?
PG : Yang berikutnya adalah dalam hal kedalaman, ternyata suka dan cinta juga berbeda. Rasa suka bersifat permukaan, dengan kata lain kita menyukai apa yang kita bisa lihat atau tangkap dengan anca indra.
Misalnya kita menyukai penampilannya, gaya bicaranya, kita melihat adanya kecocokan minat dan kita menyukai minatnya itu. Itulah biasanya yang melahirkan rasa suka, sedangkan cinta bersifat lebih dalam. Kita mencintai seseorang karena karakternya, sesuatu yang lebih tersembunyi dan tidak nampak dengan langsung, biasanya dengan kita menghabiskan waktu bersamanya, melewati peristiwa demi peristiwa dalam kehidupan kita bersama. Barulah kita menyadari karakter yang terkandung dalam diri orang tersebut. Nah apakah karakter bisa terlihat pada hari pertama kita bertemu, biasanya tidak, kita hanya melihat sebuah permukaan. Kalau kita berkata saya suka, saya menyukai semua itu, ya memang itu adalah rasa suka karena kedalamannya sangat bersifat dangkal atau permukaan. Apa yang tampak dan kita lihat itulah yang kita sukai sedangkan cinta harus melewati proses waktu dan proses kebersamaan sehingga akhirnya kita bisa berhasil melihat karakter-karakter yang terkandung pada diri orang tersebut.
GS : Biasanya rasa suka atau ketertarikan kita itu karena banyak unsur yang sama dengan orang itu Pak Paul?
PG : Sering kali begitu, misalkan kita ini orang yang suka berdiskusi secara rasional, kemudian bertemu dengan seseorang yang mempunyai kesamaan, suka diskusi secara rasional. Dan misalkan mendskusikan topik yang sama, meskipun kita dua-duka suka berdiskusi tapi kalau topiknya berbeda kita susah merasakan adanya kesinambungan atau adanya kecocokan, tapi kalau senang diskusi dan pas senang diskusi dengan topik yang sama, wah kita benar-benar merasa menyatu atau istilahnya nyambung, bicaranya enak.
Sekali lagi itu hal-hal yang nampak di permukaan dan tidak salah. Saya ini tidak berkata, "Jangan memulai relasi atas dasar kesukaan seperti ini, o.....tidak, ini adalah hal yang positif, hal yang baik namun berhati-hatilah jangan identikkan ini dengan rasa cinta sebab cinta bersifat jauh lebih dalam.
GS : Memang ternyata kalau kita suka terhadap seseorang itu belum tentu mencintainya, tapi sebaliknya kalau kita mencintai seseorang itu pasti kita suka dengan orang itu.
PG : Nah ini sebetulnya memunculkan lagi suatu dimensi yang lain Pak Gunawan, tentang perbedaan cinta dan suka, ternyata cinta itu mempunyai cakupan yang lebih menyeluruh sehingga cinta itu menakup bukan saja apa yang kita sukai, namun apa yang tidak kita sukai.
Nah di sini kita mulai melihat perbedaannya, kalau suka bersifat sektoral, artinya kita hanya menyukai bagian tertentu dari orang tersebut dan sudah tentu ada bagian lainnya yang tidak kita sukai. Sedangkan cinta bersifat utuh dan menyeluruh meskipun kita menyadari ada hal-hal yang tidak kita sukai dari dirinya tapi tetap kita berkata kita menerimanya. Kita bisa melihat dia secara utuh bahwa dia tidak terdiri hanya dari bagian-bagian ini, bagian-bagian yang tidak kita sukai dan bagian-bagian yang kita sukai dan kita lihat keseluruhannya dia adalah orang yang cocok dan baik untuk kita. Sedangkan rasa suka, waktu kita melihat ada hal yang tidak kita sukai ya sudah kita tidak mau lagi melanjutkan hubungan itu sebab dasarnya memang hanyalah suka. Suka yang dilandasai atas hal-hal yang menyenangkan hati kita.
GS : Di sini orang kadang-kadang salah mengerti, memang tadi kita sudah membahas hal itu orang yang menyukai kita, kadang-kadang kita menganggap orang itu mencintai kita padahal dia bukan mencintai kita tapi dia hanya suka.
PG : Betul sekali, dan ini sering kali menjadi masalah dalam pergaulan, dalam berelasi, misalnya di gereja dalam pengurusan di antara pemuda. Kita akhirnya kecewa berat dan berkata saya kok diprmainkan dan sebagainya.
Tapi pihak yang satunya sebetulnya memang tidak pernah menyatakan cinta, dia hanya menyukai hal tertentu tentang diri kita. Misalkan dia suka berbicara dengan kita, dia suka mendengarkan masukan-masukan kita, dia suka penghiburan-penghiburan yang bisa kita berikan kepadanya. Nah bisa jadi itulah yang merekatkan kita, yang membuat kita bersahabat dengan dia tapi dia tidak memiliki maksud lain, dia hanya menikmati bagian tertentu itu saja. Kita memang mesti menunggu dan tidak langsung menyimpulkan wah dia mencintai saya. Tunggulah apakah dari rasa suka ini nanti ada perkembangan lebih lanjut, apakah misalkan dia mulai mengajak untuk pergi, untuk berbicara di luar, untuk misalkan dia mengajak kita menikmati sesuatu sebab dia juga menikmatinya. Nah makin banyak hal-hal yang dia ajak untuk kita terlibat di dalamnya, makin menunjukkan dia ingin mengembangkan relasi ini dan rasa sukanya ternyata sekarang mulailah melebar sebab dia sedang mengekplorasi area-area lain dalam hidup kita. Ini memang memunculkan hal yang penting, jangan kita itu langsung menyimpulkan orang tersebut mencintai kita.
GS : Pak Paul, kalau begitu supaya kita tidak menjadi korban di dalam hal ini karena kita tidak bisa membedakan antara suka dan cinta, kiat-kiat apa yang ingin Pak Paul sampaikan?
PG : Jangan tergesa-gesa dalam menentukan pilihan dengan siapa kita menikah. Benar-benar satu prinsip yang mesti kita pegang dalam berpacaran dan menikah adalah jangan tergesa-gesa. Waktu akan enjernihkan perasaan apakah itu suka ataukah cinta.
Jika perasaan kita bertahan lama dan makin bertumbuh, besar kemungkinan itu adalah cinta. Tapi kalau sudah 1bulan, 2 bulan perasaan itu makin menukik, makin menukik dan akhirnya hilang berarti itu bukan cinta. Jadi jangan langsung mengutarakan perasaan kita terhadap pihak yang satunya, kita akan sangat merugikan dia, kita membuatnya percaya bahwa kita ini serius mencintai dia, pada hal setelah tiga bulan kita berkata, "Maaf, perasaan cinta saya sudah tidak ada lagi." Bukan, memang pada awalnya yang ada adalah rasa suka bukan rasa cinta, jadi kita mesti dewasa dalam hal ini. Waktu mulai merasakan sesuatu dalam hati kita, ketertarikan pada seseorang jangan buru-buru membuka mulut, menyampaikan, apalagi janji-janji, komitmen-komitmen, jangan. Ujilah dulu melalui proses waktu, beri misalkan 4 bulan, 5 bulan atau 6 bulan barulah bertindak. Kalau ada di antara kita yang berkata, "Tapi bagaimana kalau sudah menunggu 6 bulan kemudian diambil oleh orang lain?" Berarti itu memang bukanlah pasangan yang Tuhan berikan untuk kita, sebab kalau itu untuk kita dalam rencana Tuhan, Tuhan akan mempersiapkan dia untuk kita dan kita tidak perlu takut kehilangan dia.
GS : Tapi kalau seseorang itu setelah tahu bahwa ternyata saya tidak mencintai dia, rasa suka itu juga turut hilang Pak Paul?
PG : Sering kali begitu Pak Gunawan, sebab ternyata memang keduanya merupakan perasaan yang bertetangga jadi kalau yang satu memang tidak ada, yang satunya juga sering kali turut-turut lenyap.
GS : Hal yang lain yang perlu diperhatikan apa Pak Paul?
PG : Adalah ini Pak Gunawan, jangan bersandiwara dan menutupi diri. Maksud saya adalah kita mesti dari awal menjalin relasi menekankan prinsip keterbukaan. Keterbukaan akan memperjelas pandanga orang terhadap diri kita sehingga ia dapat melihat bagian yang mungkin tidak disukainya dan menimbang untuk menerimanya atau tidak.
Jangan dari awal kita itu sudah bersandiwara. Kita mulai mengatur perilaku kita, sikap kita, nada suara kita, respons kita, perasaan kita yang kita munculkan. Bersikaplah apa adanya, berceritalah apa adanya, jangan dari awal kita itu sudah main sembunyi-sembunyian, berusaha menyembunyikan masa lalu kita, hal-hal tentang diri kita yang kita anggap memalukan, yang kita anggap buruk kita sembunyikan semua itu rapi-rapi. Jangan, berilah kesempatan kepada pasangan untuk mengenal kita apa adanya. Nah ini berhubungan dengan yang tadi kita bicarakan yaitu rasa suka bersifat sektoral, cinta bersifat utuh dan menyeluruh. Tugas kita pada masa berpacaran adalah membuka pintu agar pasangan dapat melihat siapa kita apa adanya. Dengan kata lain kita mencoba untuk memperlebar sektor demi sektor sehingga pasangan dapat melihat seutuhnya siapakah kita ini. Kalau setelah melihat tetap akhirnya berkata saya mencintai kamu, bukankah kita juga yang paling senang, kita juga sebetulnya yang akan menimba manfaat dari keterbukaan kita bahwa kita sekarang tahu pasti bahwa dia mencintai kita. Kalau kita tutup-tutupi memang seolah-olah kita mendapatkan jaminan dia tidak akan meninggalkan kita karena dia tidak tahu siapa diri kita sepenuhnya. Tapi bukankah kita bermain api karena dia hanyalah akan terus berkutat pada rasa suka, suka akan apa yang dilihatnya dan kita memang mengatur supaya dia hanya melihat sektor tertentu dalam hidup kita ini. Saya kira ini berisiko tinggi, relasi ini akan mudah sekali patah. Tapi relasi yang kuat, relasi yang bisa diuji adalah relasi yang dari awalnya menekankan keterbukaan apa adanya.
GS : Tapi membuka diri itu memang dikhawatirkan oleh banyak orang Pak Paul, kalau Pak Paul tadi katakan, kalau memang jadi artinya berlanjut dengan cinta dan ke pernikahan itu tidak apa-apa. Tapi justru kalau yang terjadi adalah sebaliknya misalnya batal, ternyata setelah dibuka semua dia tidak mencintai; orang itu khawatir kalau dia sudah membuka semuanya kemudian suatu saat nanti diceritakan kepada orang lain, dia merasa dirugikan.
PG : Itu betul sekali Pak Gunawan, dan ini mengingatkan kita akan pentingnya prinsip waktu. Artinya, janganlah kita ini langsung terjun ke dalam sebuah relasi cinta atau komitmen, tapi mulailahdengan persahabatan, pertemanan dalam kelompok, sehingga lewat pertemanan yang lebih bersifat kelompok ini dan tidak terlalu mengikat ini, kita bisa berkesempatan untuk mengenal teman kita ini dengan lebih dekat.
Sehingga kita bisa melihat pula karakternya, sifat-sifatnya; apakah dia orang yang bisa kita percaya, apakah memang dia orang yang layak dan cocok menjadi pasangan kita. Kalau orang itu juga menunjukkan minat yang sama dan kita sudah cukup mengenalnya, nah ini akan menjadi bekal untuk kita menentukan berapa banyak tentang diri kita yang dapat kita bukakan kepadanya. Awal-awalnya kita tidak akan membukakan semuanya, kita akan membukakan secara bertahap tentang siapa kita, masa lalu kita, kebiasaan atau hal-hal yang mungkin kita takut nanti akan menimbulkan penolakan dari pasangan kita. Tapi secara bertahap bukalah, lihatlah reaksinya; apakah dapat dipercaya, apakah dia orang yang bertanggung jawab, melewati semuanya itu, melewati suatu proses yang agak panjang, pada akhirnya kita bisa berkata, "Saya bisa percaya, dia sudah membuktikan diri layak dipercaya, saya akan cerita semuanya." Setelah itu lihatlah apakah dia tetap masih bisa menyukai dan mencintai kita, jikalau 'ya', kita pun dengan damai bisa berkata, "Dia mencintai saya, sebab dia sudah tahu semuanya siapa saya dan tetap dia mau memelihara relasi ini."
GS : Karena keduanya ini memang banyak unsur perasaannya baik suka maupun cinta, ini mungkin yang membuat kita sulit membedakan, Pak Paul?
PG : Betul, memang seperti tadi saya katakan, keduanya itu bertetangga; yang satu mendahului yang satunya, rasa suka mendahului rasa cinta, maka membedakan keduanya kadang sulit. Satu prinsip yng ingin saya bagikan yaitu jangan mencurigai rasa suka, sebab relasi seharusnya diawali rasa suka meski tidak selalu harus diisi olehnya.
Janganlah takut membiarkan diri diuji, sebab ujian akan memurnikan rasa suka. Jika rasa suka hilang, memang seharusnya lenyap, namun sebaliknya bila bertahan itu akan bertumbuh menjadi sebuah rasa cinta, dan akan memperlihatkan rasa cinta yang telah tahan uji.
GS : Di situ tadi Pak Paul katakan, membutuhkan waktu yang tidak sebentar?
PG : Betul sekali, jadi benar-benar jangan takut. Jangan takut dengan waktu, jangan takut kehilangan dia, ini semua adalah tindakan-tindakan yang meninggikan risiko patahnya relasi di kemudian ari.
GS : Tapi saya pikir tidak bertanggung jawab kalau kita itu mengulur-ulur waktu, sebenarnya kita bisa cepat mengenal tapi karena kita sengaja membuat orang itu atau orang yang kita sukai atau orang yang sedang kita jajagi untuk ke tahap yang lebih jauh yaitu cinta, dengan mengulur-ulur waktu, bukankah itu kasihan sekali?
PG : Saya kira dalam kota yang sama kita mungkin bertemu dua, tiga kali seminggu selama-lamanya enam bulan, seharusnya kita sudah mempunyai gambaran yang jelas, apakah ini rasa suka atau rasa cnta.
Kalau setelah enam bulan masih belum jelas juga, saya kira ini tidak lazim, sebab seharusnya setelah enam bulan akan lebih jelas semua ini.
GS : Bukankah orang itu membutuhkan suatu kepastian terutama dari pihak yang putri Pak Paul?
PG : Betul, dan tidak adil untuk kita terus berkata saya masih tetap menguji, sampai lima tahun kemudian tetap masih menguji, kapan lulusnya. Jadi memang tidak bijaksana kalau orang bersikap seerti itu.
Setelah cukup tahu misalkan lima, enam bulan, kita seharusnya sudah bisa memastikan ini cinta atau bukan.
GS : Lalu kalau memang bukan, biasanya kita sampaikan, kita berteman saja karena saya tetap menyukai tapi tidak bisa berkembang ke arah cinta, begitu Pak Paul?
PG : Betul, tapi kita apa adanya sehingga tidak merugikan orang tersebut, jangan sampai dia terus memelihara harapan bahwa kita nanti akan memberi tanggapan seperti yang diingininya.
GS : Tapi bukankah itu bisa dalam satu pihak sudah mencintai tapi yang lain belum bisa sampai pada kesimpulan bahwa dia mencintai.
PG : Betul, maka sekali lagi cinta memang harus timbal balik, relasi dibangun oleh dua orang dengan dua perasaan yang memang seharusnya akhirnya menyatu dan sama. Jadi jangan kita memaksakan yag satunya, kalau kita sudah mencinta dan yang satu belum, ya tunggu sampai waktu tertentu, kalau dia tetap belum mencintai kita juga, ya sudah kita harus terima dan berkata, "Ok, saya lepaskan, memang bukan ini yang Tuhan sediakan untuk kita."
Yang terakhir yang ingin saya bagikan adalah cinta merupakan keinginan yang kuat untuk memberi, bukan untuk menerima. Jadi ukurlah dengan berjalannya waktu apakah keinginan untuk berjorban dan memberi bertambah kuat atau melemah. Firman Tuhan berkata, "Kasih tidak mencari keuntungan sendiri." IKorintus 13:5. Kalau relasi diikat hanya oleh rasa suka, manfaat untuk diri menjadi titik tolak. Sebaliknya relasi yang didasari oleh kasih atau cinta akan terus bertumbuh melewati apa yang tidak disukainya. Ini adalah kriteria yang dapat kita gunakan. Rasa suka berlawanan dengan keinginan untuk memberi atau untuk berkorban, sebab suka bersifat kepentingan pribadi (untuk saya), sedangkan cint adalah pemberian, bersifat memberikan, berkorban untuk pasangan atau seseorang yang kita cintai. Jadi kalau orang berkata saya mencintai tapi dia ingin menjajah, menguasai orang itu supaya orang itu mengikuti semua kehendaknya dan memuaskan segala keinginannya, itu bukanlah cinta, itu adalah rasa suka. Dan kalau sampai seperti itu ekstrimnya rasa suka itu memang tidak diisi oleh kedewasaan tapi cinta akan siap memberi, siap berkorban, kalau memang itu yang bertumbuh dalam diri kita, keinginan memberi, berkorban, melewati proses waktu yang panjang dapatlah kita berkata dengan aman, ini bukan rasa suka belaka tapi ini adalah cinta.
GS : Jadi Alkitab saya rasa cukup banyak memberikan konsep atau prinsip-prinsip tentang prinsip-prinsip cinta yang sebenarnya itu seperti apa, kita bisa melihat dalam diri Tuhan Yesus sendiri Pak Paul?
PG : Betul sekali, itu sebabnya di Yohanes 3:16 dikatakan Allah mengasihi isi dunia sehingga mengaruniakan anakNya yang tunggal. Jadi sekali lagi konsep kasih selalu adalah konsep memberi dan brkorban.
Sedangkan konsep suka lebih bersifat pada kepentingan diri sendiri.
GS : Terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Dan para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Membedakan Cinta dan Suka", bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristesn (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.