Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang kondisi bertumbuhnya cinta. Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, kita tahu bahwa cinta atau cinta kasih khususnya dalam hubungan suami-istri atau orang tua-anak itu ada semacam proses pertumbuhan Pak Paul, dari yang tadinya tidak cinta pelan-pelan menjadi cinta. Tadi kita mencoba membicarakan kondisi bertumbuhnya cinta itu, sebenarnya apa Pak Paul yang melatarbelakangi pembicaraan ini?
PG : Ada anggapan, Pak Gunawan, bahwa cinta itu sekali ada akan selalu ada dan cinta itu ibarat pohon di pinggir jalan yang tidak usah kita pelihara akan terus bertumbuh dan tiba-tiba daunnya rmbun, dan menjadi tempat kita berteduh.
Tapi kenyataannya tidaklah demikian, baik cinta antara suami-istri maupun antara orang tua-anak atau cinta antar rekan, teman, perlu dipelihara. Nah yang perlu kita lakukan adalah mengenal hal-hal apa itu yang dapat menyuburkan cinta kasih, jadi asumsinya adalah tanpa hal-hal tersebut, cinta kasih itu cenderung akhirnya akan pudar.
GS : Tapi apakah kalau secara alamiah hanya dibiarkan tumbuh sendiri, kalau memang benih cinta itu ada, bukankah dia tetap bertumbuh, Pak Paul?
PG : Secara logis kalau kita berpikir, kalau sudah ada benih pasti akan bertumbuh, tapi kenyataannya tidaklah demikian. Sebab bagaimanapun benih itu memerlukan pemeliharaan, perlu disirami air,matahari yang cukup dan juga pupuk yang baik.
Tanpa itu semua kemungkinan cinta itu ada, namun saya kira tidak akan bertumbuh dengan kuat dan kemungkinan justru yang lebih besar adalah cinta itu akhirnya akan pudar.
(1) GS : Kalau begitu kondisi-kondisi apa supaya cinta itu tumbuh tentunya sebaik mungkin seperti yang kita harapkan?
PG : Saya akan mengambil beberapa prinsip yang saya temukan dari kitab Amsal 31:10-31, namun beberapa ayat saja yang akan saya petik. Kondisi pertama saya temukan di ayat 11, "Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan keuntungan."
Bagian akhir dari pasal 31 ini merupakan suatu ungkapan penghargaan suami kepada seorang istri, jadi ini adalah seolah-olah seperti surat cinta seorang suami kepada istrinya yang penuh dengan pengucapan syukur, kekaguman dan penghargaan atas apa yang dia lihat dan ia telah terima dari istrinya. Nah dengan kata lain kita bisa simpulkan si suami begitu mencintai si istri, nah apa yang terjadi dalam hubungan cinta ini, yang pertama adalah hati suaminya percaya kepadanya; dengan kata lain cinta itu bisa bertumbuh dengan baik kalau ada unsur kepercayaan. Jadi kalau kita ini dipercaya kita cenderung lebih menumbuhkan cinta kasih pada orang yang mempercayai kita, kalau kita tidak di percaya kita cenderung kurang bisa mengasihi orang tersebut. Saya kira ini berlaku dalam segala situasi, bahkan dalam situasi kerja pula, kita cenderung mencintai pekerjaan kita dan perusahaan yang mengkaryakan kita kalau kita merasakan adanya kepercayaan yang besar yang diberikan kepada kita. Nah relasi percaya ini akan benar-benar menumbuhkan cinta kasih kita terhadap majikan atau perusahaan yang mengkaryakan kita. Demikian pula hubungan kasih antara orang tua-anak maupun suami-istri, anak akan lebih mencintai orang tuanya kalau orang tua itu memberikan kepercayaan yang sepatutnya kepada anak. Anak yang terus-menerus dicurigai, benar tidak engkau berkata demikian, apakah benar-benar terjadi seperti itu, jadi setiap kali anak harus membuktikan ceritanya harus membuktikan dirinya. Nah akan sulit bagi anak untuk menumbuhkan rasa kasih terhadap orang tua, suami-istri juga sama, kalau suami senantiasa mempertanyakan yang dikatakan oleh istri, benar engkau pergi ke sana, dengan siapa engkau pergi, kenapa engkau tadi harus melihat pemuda tersebut dengan mata seperti itu, sulit bagi si istri untuk memberikan cinta kasih yang besar kepada si suami. Nah jadi kita bisa melihat dinamika kasih ini dalam segala konteks memerlukan yang namanya kepercayaan.
IR : Selain dari kepercayaan kondisi apa Pak Paul kira-kira yang menunjang supaya cinta itu bisa bertumbuh lebih baik?
PG : Yang kedua adalah saya ambil dari ayat 12, "Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya." Kondisi kedua agar cinta bertumbuh dengan baik adalah hars adanya perbuatan baik, Pak Gunawan dan Ibu Ida.
Jadi kalau kita ini menerima perbuatan baik dari seseorang, kita cenderung lebih tergerak untuk mengasihi orang tersebut. Kebalikannya justru yang kita terima perbuatan jahat, akan sulit sekali bagi kita untuk mencintai orang tersebut. Nah kadang kala dalam kehidupan suami-istri kita mulai melupakan betapa pentingnya perbuatan baik, kita beranggapan dengan menjalankan kewajiban masing-masing kita sudah berbuat baik, tidak cukup sebetulnya. Bukankah kalau misalnya istri kita bertanya apa yang bisa saya bantu, apa yang bisa saya lakukan untukmu, suami yang berkata kepada istrinya, apa saya saja yang mengajar anak malam hari ini atau bagaimana kalau malam ini kita rileks, kita pinjam video untuk nonton sama-sama, itu adalah sentuhan-sentuhan kecil yang mungkin bagi seseorang dianggap tidak begitu bermakna. Tapi pada dasarnya semua itu menunjukkan itikad baik dan akhirnya menjadi suatu perbuatan baik bagi si penerima perbuatan tersebut. Reaksinya apa yang akan muncul, cinta kasih, sebab sekali lagi cinta kasih cenderung muncul dengan subur sewaktu ada perbuatan baik untuk diterima oleh seseorang.
GS : Ada pengamatan saya Pak Paul, beberapa pasangan, juga mungkin kadang-kadang di dalam hubungan saya dengan istri atau dengan anak, tadi kalau itu tidak dilandasi oleh rasa percaya yang tadi Pak Paul katakan sebagai kondisi yang pertama tadi, maka perbuatan baik itu bisa disalahtafsirkan, pasti ini ada maunya, kok melakukan sesuatu di luar kebiasaan, nah untuk menghilangkan hal itu bagaimana?
PG : Perbuatan baik harus dilakukan dengan konsisten Pak Gunawan, jadi seseorang yang biasanya acuh tak acuh, tidak menggubris pasangannya eh....tidak ada angin tidak ada hujan, manis berbuat bik, tidak bisa tidak hal itu akan menumbuhkan bukannya rasa cinta kasih tapi justru kecurigaan, ada apa ini.
Jadi memang harus konsisten, sehingga perbuatan baik itu merupakan ciri kita, jadi pasangan kita atau anak kita, orang tua kita atau teman sekerja kita tahu bahwa kita adalah seseorang yang baik. Seseorang yang memang memperhatikan orang lain dan mau menolong arang lain.
GS : Itu berarti menjadi bagian dalam kehidupan, bukan sesaat mungkin ada kondisi yang lain dari Amsal 31 yang kita pelajari?
PG : Sebelum kita masuk ke yang berikutnya, saya ini teringat akan hal kecil yang anak saya lakukan, Pak Gunawan. Misalnya kalau boleh saya bagikan, anak saya itu kadang-kadang yang besar mulaimemperlihatkan pengertiannya terhadap keadaan saya.
Misalkan kalau saya pulang capek dan kebetulan dia dekat meja makan, dia yang langsung akan berkata: "Papa silakan duduk, saya akan ambilkan piring buatmu dan sebagainya." Nah sekali lagi hal kecil namun reaksinya dalam hati saya adalah makin mencintainya, jadi hal-hal kecil seperti itulah yang kita mesti sering lakukan yang berwujudkan perbuatan baik. Nah yang ketiga saya ambil dari ayat 15, "Ia bangun kalau masih malam, lalu menyediakan makanan untuk seisi rumahnya." Yang saya petik dari ayat ini adalah suka bertanggung jawab, jadi cinta kasih cenderung bertumbuh dengan kuat jikalau ada rasa tanggung jawab yang kuat. Sulit bagi kita mengasihi seseorang yang kita nilai tidak bertanggung jawab, tidak melakukan tugasnya, tidak melakukan kewajibannya. Demikian pula anak terhadap orang tua, kalau anak melihat orang tua hidup bertanggung jawab itu akan menumbuhkan rasa cinta kasihnya terhadap orang tua. Sudah tentu kebalikannya juga betul, kalau anak justru melihat papa mama hidup tidak bertanggung jawab, yang muncul bukannya rasa cinta kasih, rasa dingin dan bahkan kadang-kadang bisa muncul rasa benci.
IR : Tapi Pak Paul, bagi anak yang masa-masa puber, kadang-kadang kalau mencintai sering arahnya dinilai sebagai memanjakan, sehingga kadang-kadang anak itu tidak mandiri dan tidak bertanggung jawab, itu bagaimana?
PG : OK! Kadang kala kalau orang tua terlalu mengambil alih tanggung jawab anak, si anak tidak akan bertumbuh dengan dewasa sehingga dia tahu ada orang tua yang akan selalu siap untuk memikul tnggung jawabnya.
Jadi harus ada penyeimbangan, orang tua harus selalu tahu kapan harus ikut turun/terjun, kapan harus mendiamkan anak. Misalkan akhirnya kita berkata ini sekarang terserahmu, kami sudah membimbingmu, nah sekarang giliranmu menganut tanggung jawab ini. Kalau sampai engkau tidak naik kelas engkau harus menanggung resiko itu dan orang tua harus tegar hati untuk berkata saya akan menerima kalau anak saya akhirnya tidak naik kelas. Nah kadang kala orang tua tidak bisa menerima fakta tersebut, malulah dan sebagainya jadi akhirnya membebaskan anak dari tanggung jawab dengan terus-menerus menolong si anak, mensupportisasi si anak gagal mandiri. Jadi memang perlu sekali penyeimbangan dalam hal ini.
IR : Mungkin ada faktor lain, Pak Paul?
PG : Saya ambil dari ayat 16, Ibu Ida, "Ia membeli sebuah ladang yang diinginkannya dan dari hasil tangannya kebun anggur ditanaminya." Saya menyimpulkan di sini ada keputusan atau tidakan yang berhikmat, nah ini adalah kondisi yang penting untuk munculnya cinta kasih.
Bukankah kita sering mendengarkan keluhan orang bagaimana saya bisa mengasihi dia, dia terus-menerus melakukan kesalahan, mengambil keputusan yang bodoh, yang tidak berpikir panjang. Nah dengan kata lain, cinta kasih mudah bertumbuh, atau cenderung bisa bertumbuh subur jika ada unsur hikmat, sehingga keputusan dan tindakan yang diambil memang keputusan yang diambil dengan pikiran matang dan berhikmat. Tanpa hikmat kebodohan-kebodohanlah yang mewarnai keputusan dan akhirnya banyak kekeliruan yang dilakukan, nah dalam kondisi seperti itu saya kira sukar bagi cinta kasih untuk bertumbuh.
GS : Tapi dalam hubungan suami-istri biasanya si istri itu banyak menggantungkan agar suaminya yang mengambil keputusan itu; sebagai decision makernya itu pihak suami Pak Paul. Tapi di Amsal ini menariknya si suami memuji istrinya, apa yang menyebabkan hal itu?
PG : Saya duga dalam kenyataannya suami-istri harus bekerja sama Pak Gunawan, dalam mengambil keputusan, nah dalam Amsal ini kita tidak mendapatkan informasi yang lengkap, apakah memang si istr yang mengambil keputusan secara sendirian ataukah dalam kejadian ini atau peristiwa yang tertentu ini kebetulan si istrilah yang mempunyai ide itu dan akhirnya si suami menuruti ide atau gagasan itu untuk membeli tanah yang akhirnya ditanami, yang akhirnya mempunyai hasil yang baik.
Nah pada intinya sudah tentu suami dan istri harus mengambil waktu untuk berdiskusi dalam pengambilan keputusan dan keputusan yang dipikirkan dengan matang akan menghasilkan juga keputusan yang lebih baik. Proses pengambilan keputusan itu lebih penting daripada hasil keputusannya, sebab hasil keputusan tergantung pada banyak faktor yang kadang-kadang memang di luar kendali kita. Namun prosesnya yaitu misalnya mengambil waktu, memikirkan segala aspek, itu adalah bagian dalam pengambilan keputusan yang memang harus dilewati. Nah, jangan sampai suami-istri mengambil keputusan dengan gegabah, karena bukankah akhirnya akan mempengaruhi satu keluarga dan kalau ini terjadi berkali-kali akan berpotensi besar mengurangi bobot cinta kasih.
GS : Kondisi yang lain yang bisa kita temukan apa Pak Paul?
PG : Di ayat 20 dikatakan, "Ia memberikan tangannya kepada yang tertindas, mengulurkan tangannya kepada yang miskin," saya simpulkan adanya unsur murah hati di sini, unsur belas kasihn.
Jadi unsur cinta kasih bertumbuh jika ada unsur kemurahan hati, belas kasihan, mau memberi, mau menolong, mau berkorban. Saya kira cinta kasih akan sulit bertumbuh kalau kita merasakan bahwa orang tersebut pelit, perhitungan, menghitung-hitung dan saya kira perlakuan seperti itu membuat kita mau membalasnya seperti itu pula, menghitung-hitung dan tidak murah hati. Jadi cinta cenderung bertumbuh dengan bebas, tatkala murah hati menjadi suatu warna yang dominan dalam hubungan tersebut.
IR : Kalau ada suatu keluarga kadang-kadang istrinya murah hati, suaminya pelit atau sebaliknya itu bagaimana Pak Paul menghadapi hal seperti itu?
PG : Saya kira perbedaan seperti itu akan menimbulkan konflik, kalau si istri itu murah hati si suaminya pelit. Belum tentu si suami akan menghargai sikap si istri yang murah hati itu, karena da merasakan ini suatu kerugian di pihaknya.
GS : Pemborosan.
PG : Pemborosan betul, si istri akan sulit mengasihi si suami, karena dia melihat sikap si suami yang pelit itu sebagai suatu yang picik. Nah kalau memang ada perbedaan seperti itu, saya kira cnta kasih akan tersendat dari dua belah pihak, jadi penting sekali keduanya mempunyai kesamaan nilai.
Dengan kesamaan nilai itulah mereka bisa saling menghargai dan cinta kasih akan bertumbuh. Waktu kita melihat orang menolong seorang yang lain kita ingin mengasihinya, itu sebabnya kita cenderung mengasihi pahlawan atau tokoh-tokoh yang begitu rela berkorban bagi orang lain. Meskipun kita tidak mengenal mereka secara pribadi, tapi sudah ada rasa mengasihi tokoh-tokoh ini demikian pulalah dengan hubungan suami-istri atau orang tua-anak. Anak yang melihat papa-mama begitu perhitungan, tidak memberikan dengan murah hati, pelit, susah bagi mereka untuk mencintai orang tua, itu sudah merupakan konsekuensinya, jadi harus kita perhatikan kondisi ini.
Di ayat 28 dan 29 tertulis, "Anak-anaknya bangun dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia. Banyak wanita telah berbuat baik tetapi kau melebihi mereka semua." Unsur yang terkandung di sini adalah pujian dan penghargaan. Jadi cinta cenderung bertumbuh kalau adanya unsur penghargaan dan pujian. Saya melihat kadang-kadang suami-istri yang terutama sudah begitu terbiasa dengan kehidupan ini sehingga lupa untuk mengatakan terima kasih. Nah ada orang berkata bukan budaya orang Asia untuk mengungkapkan penghargaan dan terima kasih. Bagi saya itu harusnya merupakan budaya manusia bukannya harus dikaitkan dengan budaya yang tertentu. Sebab kita sebetulnya sangat menyenangi pujian dan penghargaan, kalau itu kita senangi kenapa tidak diberikan kepada orang lain dan kita mesti percaya cinta kasih akan jauh lebih bertumbuh kalau ada unsur penghargaan dan pemberian pujian.
GS : Kadang-kadang memang ada penghargaan dan pujian, hanya tidak terungkapkan dengan kata-kata Pak Paul, itu yang sulit untuk ditangkap atau dimengerti oleh pasangan kita sebenarnya.
PG : Betul, jadi Pak Gunawan menekankan suatu pokok pemikiran yang penting yaitu yang berfaedah adalah yang terdengar, bukannya yang tersimpan di hati. Jadi kalau kita menghargai, katakanlah.
IR : Itu bisa menjadi contoh bagi anak-anak ya Pak Paul, orang tua saling mengucapkan terima kasih, otomatis anak akan mencontoh sikap orang tuanya, Pak Paul?
GS : Kondisi yang lain Pak Paul.?
PG : Di ayat 30a dikatakan "Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi istri yang takut akan Tuhan di puji-puji." Saudara bisa bayangkan si istri mendapatkan komentr ini dari si suami akan merasakan sangat bahagia ya, bahwa suaminya mencintainya bukan karena kemolekan dan kecantikan lahiriahnya.
Jadi saya kira cinta kasih bertumbuh kuat kalau ada penerimaan penuh, penerimaan yang melewati batas-batas lahiriah. Suami dicintai karena istri menerimanya penuh, meskipun tidak menghasilkan uang yang banyak, istri dicintai meskipun tidaklah secantik orang-orang yang lain, anak tetap dicintai meskipun prestasi belajarnya tidaklah seperti yang kita idealkan. Nah cinta kasih cenderung bertumbuh di dalam penerimaan yang penuh seperti itu, namun kebalikannya kalau yang diterima justru tuntutan yang bersyarat, nah cinta kasih juga akan sulit bertumbuh. Jadi seseorang itu perlu yakin bahwa dia itu diterima apa adanya, nah sebagai respons pasti akan memunculkan cinta kasih terhadap orang tersebut.
GS : Itu tadi yang dibacakan dari ayat 30a Pak Paul, bagian berikutnya mengatakan tentang apa Pak Paul?
PG : Tetapi istri yang takut akan Tuhan, akan dipuji-puji. Jadi kesimpulannya adalah si suami ini berkata bahwa kualitas yang terindah adalah takut akan Tuhan dan sengaja si suami ini menuliska kualitas ini pada akhirnya.
Jadi unsur yang terakhir yang penting sekali adalah cinta kasih bertumbuh, kalau ada rasa takut akan Tuhan. Saya kira kita cenderung mengasihi orang yang takut akan Tuhan dan sukar mengasihi orang yang kurang ajar kepada Tuhan, saya kira itu merupakan bagian dari kehidupan manusia. Jadi waktu kita melihat istri kita begitu saleh, takut akan Tuhan, suami kita mencari Tuhan, takut akan Tuhan, orang tua takut akan Tuhan, nah saya kira respons orang-orang di sekitarnya adalah makin mencintai mereka. Jadi kualitas yang penting sekali jangan sampai kita lupakan.
GS : Tapi itu memang harus di tumbuhkembangkan dalam kehidupan keluarga Pak Paul, jadi mungkin ayah atau ibu yang berinisiatif, tetapi harus diperagakan secara nyata tentang bagaimana mereka itu takut akan Tuhan.
PG : Betul, contohnya adalah dalam pengambilan keputusan, tidak senantiasa kita membagikan semua persoalan kepada anak-anak. Namun akan adanya kesempatan di mana kita rasa tidak apa anak-anak thu, kita melibatkan mereka dan waktu kita melibatkan mereka, kita mengajak mereka berdoa bersama dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan cara inilah mereka melihat bahwa orang tua sangat mempertimbangkan kehendak Tuhan dan bukan kehendak mereka. Nah dengan cara ini anak-anak juga mencontoh perilaku yang sama bahwa lain kali waktu mereka dihadapkan pada suatu dilema, keputusan yang harus mereka ambil, mereka perlu berdoa meminta kehendak Tuhan untuk waktu yang lumayan panjang.
IR : Tapi juga kadang-kadang merupakan pertentangan karena kehendak Tuhan justru tidak menyakitkan keinginan si anak itu, sehingga keputusan orang tua kadang-kadang ditolak.
PG : Bisa jadi, waktu anak-anak tidak pernah melihat, bagaimana orang tua bergumul dalam kehendak Tuhan, waktu kehendak Tuhan itu datang dan seolah-olah mengecewakan mereka, mereka akan kurang iap.
Tapi sewaktu orang tua mulai membagikan pengalaman hidup mereka juga, apalagi melibatkan dalam peristiwa tertentu orang tua bergumul dalam kehendak Tuhan, si anak akan lebih siap menerima apa kehendak Tuhan apa adanya, karena mereka sudah melihat contoh itu.
GS : Dari tadi kalau kita hitung-hitung ada 8 kondisi Pak Paul, yang bisa kita temukan dari Amsal 31 tentunya tidak semuanya itu bisa tumbuh dengan begitu baiknya, ada di satu pihak kepercayaannya ada, tapi murah hatinya kurang, itu ada pengaruhnya atau tidak Pak Paul?
PG : Saya kira kalau satunya tidak ada yang satunya ada, sedikit banyak itu akan mengkompensasi atau menyeimbangkan, namun saya kira dari 8 kualitas tersebut, kualitas nomor 8 yang terakhir ituyang mutlak harus ada, takut akan Tuhan.
Sebab takut akan Tuhan itu juga akan memberi keamanan bahwa kita tahu misalnya pasangan kita itu meskipun berkemungkinan berbuat macam-macam, tapi kemungkinan itu kecil. Karena dia hidup dalam takut akan Tuhan. Nah dalam keamanan seperti itu cinta kasih akan lebih mudah bertumbuh dengan subur.
GS : Mungkin ada baiknya Pak Paul kalau ke delapan kondisi tadi yaitu kepercayaan, perbuatan baik, tanggung jawab, keputusan yang berhikmat, murah hati, pujian dan penghargaan, penerimaan penuh serta takut akan Tuhan khususnya tadi yang Pak Paul tekankan takut akan Tuhan itu disepakati untuk menjadi semacam sasaran agar bersama-sama dicapai oleh seluruh anggota keluarga, Pak Paul?
PG : Ide yang baik sekali, Pak Gunawan, sebab bagaimanapun cinta kasih itu bertumbuh dalam konteks perbuatan yang nyata, sekali lagi itu yang harus kita ingatkan. Cinta kasih tidak bertumbuh daam kehampaan keluarga yang nyata, nah perbuatan yang nyata inilah yang akan kita lihat, kita alami, sewaktu kita mengalaminya cinta kasih akan lebih mudah muncul.
Dalam bahasa Inggrisnya ke delapan hal ini di sebut love nurturing behaviors jadi perilaku-perilaku yang menumbuhkan cinta kasih. Jadi sekali lagi, harus ada perilaku-perilaku nyata, baru cinta kasih akan bertumbuh. Jangan akhirnya hanya kita menuntut orang mencintai kita, tapi kita gagal menumbuhsuburkan cinta kasih mereka kepada kita, karena kita tidak melakukan hal-hal seperti ini.
GS : Jadi saya rasa memang semua kita pasti mengharapkan cintanya dengan subur, biarlah dengan pertolongan Tuhan kita akan sama-sama menciptakan kondisi seperti tadi kita baca dalam Amsal 31.
Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah persembahkan sebuah perbincangan dengan tema kondisi bertumbuhnya cinta dari Amsal 31. Dan pembicaraan ini kami lakukan bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami masih akan membahas lebih lanjut tema ini pada sesi berikutnya, dan kami mengharapkan Anda bisa mengikutinya pada acara TELAGA yang akan datang. Dari studio kami mohon juga tanggapan saran serta pertanyaan-pertanyaan dari Anda yang bisa Anda alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.
PERTANYAAN KASET T 51 A
- Kondisi yang bagaimanakah yang dapat mendukung supaya cinta itu tumbuh…?