Hidup Sendiri Lagi

Versi printer-friendly
Juli

Berita Telaga Edisi No. 128 /Tahun XI/Juli 2015


Diterbitkan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Sekretariat: Jl.Cimanuk 56 Malang 65122 Telp.: 0341-408579, Fax.:0341-493645 Email: telagatelaga.org Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Rr. Fradiani Eka Y. Bank Account: BCA Cab. Malang No. 011.1658225 a.n. Melany E. Simon




berita telaga

Faktor-faktor yang paling umum menjadi penyebab orang hidup sendiri lagi:

  • Yang pertama adalah kematian, kematian pasangan memaksa kita untuk hidup sendiri lagi.
  • Yang kedua adalah berpisah untuk sementara,  ada orang yang terpaksa hidup sendiri karena keadaan misalkan suaminya atau istrinya harus bekerja di kota yang lain.
  • Yang berikutnya lagi juga umum adalah perceraian, suatu keadaan yang memang tidak dikehendaki oleh banyak orang tapi kadangkala itu yang menimpa pasangan-pasangan yang tidak rukun lagi.

Semua faktor di atas memang tidak bisa dielakkan, karena itu adalah realita hidup. Tapi sebenarnya kita harus mempersiapkan diri untuk menghadapi hal-hal itu.

  • Yang pertama adalah kita tidak bisa mempersiapkan diri sampai siap untuk menghadapinya. Dengan kata lain, sesiap-siapnya kita waktu kita menghadapinya kita merasa kurang siap.
  • Yang kedua, meskipun kita akan saling bergantung dengan pasangan hidup kita, tapi belajarlah juga untuk menjadi seseorang yang dewasa. Pada umumnya memang kita terpaksa akan membagi hidup kita dengan pasangan kita, sehingga sewaktu dia tidak lagi bersama dengan kita, kita akan mengalami goncangan atau ketidakseimbangan.

Beberapa hal yang akan dirasakan oleh orang yang terpaksa hidup sendiri lagi:

  1. Akan ada penyesalan, ini terutama dialami oleh seseorang yang kehilangan pasangan hidupnya karena kematian.
  2. Seringkali kita ini gagal untuk meletakkan tanggung jawab pada kedua belah pihak. Misalkan dalam masalah perceraian kita gagal untuk melihat bahwa kedua-duanya bermasalah atau kedua-duanya kurang bisa mengendalikan emosi.

Ada satu lagi yang juga sering dikaitkan dengan rasa penyesalan, yaitu kita merasa bersalah sebab kita pernah atau mungkin secara periodik  berpikir dan berharap bahwa dia itu akan mati. Contoh ini sering terjadi pada orang yang harus merawat pasangan hidupnya yang sakit menahun. Dalam keletihan yang amat sangat dan tuntutan yang begitu berat yang dibebankan oleh pasangan yang sakit itu, akan terbersit suatu pikiran: “Kapan sih penderitaan saya berakhir, kenapa dia tidak cepat pergi, kenapa dia tidak meninggal dengan segera ?” Ini perlu kita sadari dan maklumi bahwa dalam keadaan capek dan letih memikul beban yang berat, kita ingin lepas dari beban itu, bukannya kita menginginkan dia sungguh-sungguh meninggal dunia. Saya katakan itu pikiran yang alamiah yang tidak menjadikan seseorang itu jahat atau buruk, jadi anggaplah ini suatu bagian kehidupannya, dalam keadaan yang sakit kita kadang-kadang berpikiran seperti itu.

Ada juga yang menyesal karena merasa salah pilih pasangan, dia merasa wah sebenarnya saya ini tidak boleh menikah dengannya. Misalnya dengan seorang salesman yang memang pekerjaannya keliling terus, atau mengatakan ini salah kawin sama pendeta, pendeta ‘kan juga sering sibuk ke luar rumah. Saya kira adakalanya itu dirasakan oleh pasangan yang terus-menerus ditinggalkan, akan ada penyesalan meskipun dia sudah mengerti inilah tuntutan pekerjaan pasangannya. Hilangnya penyesalan itu bergantung kepada apakah hidupnya setelah perpisahan tersebut menjadi lebih baik atau tidak. Kalau hidupnya tidak lebih baik dia akan makin dirundung oleh penyesalan atau rasa bersalah. Tapi kalau banyak yang positif dialaminya dia akan mudah untuk mengatasi penyesalannya itu.

Yosua 1 : 5, “Seperti aku menyertai Musa demikianlah Aku akan menyertai engkau, Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.”         

Musa sangat berpengaruh pada kehidupan Yosua, kehilangan Musa adalah kehilangan yang sangat besar bagi Yosua. Tapi Tuhan mengingatkan, jangan bergantung pada Musa, pada-Kulah engkau harus bergantung. Itulah yang dapat kita lakukan, bergantung pada Tuhan yang tidak akan meninggalkan kita.

Tetap Bermakna dalam Kesendirian

Sebagai manusia, kita cenderung mempersiapkan diri untuk hidup berdua, tapi kita kurang mempersiapkan diri untuk hidup sendiri.

Selain rasa bersalah, rasa marah ternyata juga sering muncul pada diri yang ditinggalkan. Ada beberapa sumber kemarahannya:

  1. Yang pertama adalah kalau hubungan mereka lumayan baik suami-istri itu, kemudian seseorang meninggal dunia ada kemungkinan yang ditinggalkan merasa marah karena dia berpikir mengapa engkau tega meninggalkan aku sendirian. Kemudian yang terjadi adalah menyesal atau merasa bersalah, itu berarti kita menimpakan semua tanggung jawab pada diri kita, seakan-akan kitalah yang mampu untuk mencegah peristiwa tersebut supaya nggak menimpanya.
  2. Merasa marah karena kita mempersalahkan dia sebagai penyebab penderitaan kita. Ini sedikit berbeda dari yang pertama.
  3. Yang lainnya lagi, kemarahan itu seringkali muncul pada diri orang yang sewaktu masih bersama pasangannya telah menjadi korban, menjadi sasaran, amuk amarah si pasangannya sekarang sudah meninggalkannya. Kalau tidak berhati-hati, dia bisa bersikap pahit dan bersikap sangat apatis dalam hidup ini. Bisa merasa tidak ada lagi tujuan hidup justru kehilangan makna.

Beberapa saran yang dapat saya berikan adalah sebagai berikut:

    1. Pertama, sebagai orang yang sendiri lagi kita harus mengubah sikap mental, kita harus mengerti bahwa kita tetap manusia yang utuh bahkan tanpa kehadiran pasangan kita sekalipun.
    2. Kita harus mengupayakan pemenuhan kebutuhan emosional. Yang kita harus lakukan adalah mencoba mengisinya dengan cara yang lain, misalnya kita bisa giatkan diri kita dalam persekutuan dengan Tuhan, di gereja dengan anak-anak lain kita terlibat dalam pelayanan. Jangan biarkan diri kita terbenam di rumah.

Pemulihan terhadap diri sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Kalau lingkungannya menerima dia apa adanya dia bisa lebih cepat pulih. Kita harus selalu ingat, orang yang baru sendirian seringkali lebih peka. Kita justru harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik mereka kembali ke dalam persekutuan kita. Kalau kita diamkan kecenderungannya adalah mereka bisa hilang.

Dalam bagian firman Tuhan di Yosua 1 ada nasihat Tuhan kepada Yosua;
“Hanya kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati, sesuai dengan seluruh hukum yang diperintahkan kepadamu oleh hambaku Musa, janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri supaya engkau beruntung kemanapun engkau pergi”.
Dan pada akhir nasihatnya Tuhan berkata : “Janganlah kecut dan tawar hati sebab Tuhan Allahmu menyertai engkau ke mana pun engkau pergi.”

Nasihat Tuhan sangat jelas, Tuhan akan menyertai kita waktu kita harus sendiri lagi sebagaimana Tuhan menyertai Yosua setelah Musa meninggalkannya.
Tapi Tuhan minta satu syarat, hidup hati-hati jangan menyimpang ke kanan atau ke kiri, artinya jangan kita berbuat dosa, taati Tuhan dan Tuhan akan meluruskan jalan kita yang di depan, jangan sampai gara-gara kita sendiri kita melewati batas.

Meskipun tekanan hidup lebih besar, tetaplah hati-hati, jangan berdosa.
 
Oleh : Pdt. Dr. Paul Gunadi
Audio dan transkrip secara lengkap bisa didapatkan melalui situs TELAGA dengan kode T58 A dan T58 B.

 



Doakanlah

  1. Bersyukur untuk kelahiran cucu pertama dari Bp.& Ibu Pdt. Dr. Paul Gunadi pada tanggal 29 Mei 2015 yang diberi nama Jedidiah (putra dari Praise dan Jason Hao Lee).
  2. Bersyukur juga untuk kelahiran cucu ketiga dari Bp.& Ibu Edhie Santoso pada tanggal 18 Juli 2015 yang diberi nama Zachary Abraham Kurniawan (putra pertama dari Bp.& Ibu Albert Kurniawan).
  3. Bersyukur untuk kelahiran cucu kembar dari Bp.& Ibu Gunawan Santoso pada tanggal 31 Juli 2015 yang diberi nama Xavier Faith dan Oliver Hope (putra kembar dari Bp.& Ibu Yohanes Kurniawan).
  4. YLSA telah mengajak Telaga untuk membuka stand di SAAT pada tanggal 4 – 7 Agustus 2015 dalam rangka Konsultasi Misi SAAT 3; tolong doakan hal ini, terutama penjualan buku “Memaksimalkan Karier Anda”.
  5. Doakan untuk rekaman lanjutan pada bulan Agustus 2015 bersama Ev. Sindunata Kurniawan sebagai nara sumber.
  6. Tetap doakan untuk penjualan e-book melalui P.T.Mahoni yang sejak bulan Pebruari 2015 belum ada laporan penjualan sama sekali.
  7. Bersyukur untuk pemeliharaan Tuhan kepada Sdri. Betty T.S. khususnya dalam keperluan finansial dalam tahun ini. Doakan untuk kerinduannya mendapatkan tempat di pusat kota Tilburg, Belanda untuk kelompok Pemahaman Alkitab dan proses pemuridan yang diikuti oleh 12 orang. Doakan juga agar kelompok P.A. ini bisa bertumbuh dan berkembang sehingga lebih banyak orang yang bersungguh-sungguh mengikutinya.
  8. Pada tanggal 29 Juli 2015, ibu Fransisca Liana, mama mertua dari Ibu Nanik R.Santoso, bendahara Telaga, telah meninggal dunia di Malang dalam usia 90 tahun. Doakan untuk keluarga besar yang ditinggalkan.
  9. Bersyukur untuk donasi yang diterima dari donatur tetap dalam bulan ini, yaitu dari :

              001 - Rp 100.000.-
              006 - Rp. 300.000,- untuk 4 bulan
              011 - Rp 150.000,-



Telaga Menjawab

Tanya?

Salam sejahtera,

Saya ingin berbagi pengalaman hidup dengan TELAGA. Saya seorang wanita penderita penyakit kanker selama tiga tahun ini dan sudah mendapatkan perawatan. Setahun yang lalu suami yang saya kasihi kembali ke Rumah Bapa dan meninggalkan saya sendirian (karena selama 18 tahun pernikahan kami tidak dikaruniai anak). Belum hilang rasa duka, satu-satunya keponakan saya meninggal karena kecelakaan. Keponakan ini satu-satunya keluarga saya yang percaya kepada Tuhan Yesus. Seolah menyusul, seminggu kemudian kakak saya meninggal!

Saya merasa benar-benar ditinggal sendirian. Padahal saya rajin beribadah ke gereja, bersekutu dengan Tuhan dalam doa dan membaca Alkitab, tapi kenapa rasanya Tuhan menjauh dari saya?

Saya tetap menjaga persekutuan dengan Tuhan. Saya tetap ke gereja walaupun jauh dan sendirian, membaca Alkitab dan berdoa setiap hari, serta mendengarkan siaran radio rohani. Begitulah saya mengisi hari-hari.

Saya menunggu nasehat dari Pak Paul Gunadi. Terima kasih banyak, Tuhan memberkati.

 

Jawab

Ibu yang dikasihi Tuhan,

Terima kasih Ibu bersedia berbagi pengalaman hidup dengan kami, khususnya tiga tahun terakhir dengan kepahitan bertubi-tubi. Kami yakin selama ini Ibu sudah dikuatkan oleh firman Tuhan dan doa-doa yang Ibu panjatkan, juga melalui siaran radio yang Ibu dengar setiap hari.

Sesuatu yang wajar bila Ibu merasa sendirian, merasa kesepian, bahkan merasa Tuhan itu jauh. Dalam Kitab Ayub di Perjanjian Lama, kita baca bagaimana Ayub bertubi-tubi menerima kabar tentang musnahnya harta benda serta kekayaannya, kemudian semua anak-anaknya meninggal dunia., ditambah lagi Ayub ditimpa penyakit mulai dari ujung rambut hingga seluruh tubuhnya. Dalam Kitab Rut, dikisahkan bahwa Naomi juga mengalamai kepahitan dalam hidupnya. Suami dan kedua anak laki-lakinya meninggal.

Setelah kita mengalami kepahitan, tentu saja kita membutuhkan waktu untuk bisa mengatasinya. Tidak bisa hilang begitu saja dalam hitungan bulan, kadang-kadang perlu waktu yang lama. Nasehat yang dapat kami sampaikan adalah carilah sahabat atau teman yang seiman, dimana Ibu dapat berbicara dari hati ke hati (curhat). Apabila Ibu menyukai pekerjaan tangan atau keterampilan tertentu, hal itu juga akan menolong dalam masa kesepian dan  kesendirian ini.

Yakinlah Tuhan tidak pernah meninggalkan kita, sekalipun orang-orang yang kita kasihi telah dipanggil mendahului kita. Firman Tuhan dalam Yeremia 29:11, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan”. Dan silakan Ibu membaca Mazmur 121. Tuhan memberkati Ibu!

Salam dan doa: Pengasuh Program Telaga