Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara TELAGA. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Krisis Ekonomi dalam Keluarga". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, apakah betul bahwa masalah perceraian itu bukan hanya disebabkan oleh hadirnya pihak ketiga atau karena kurang intimnya mereka berdua, tetapi ada faktor ekonomi atau faktor finansial.
PG : Tepat sekali Pak Gunawan, waktu saya studi dulu sebagai mahasiswa, saya pernah membaca sebuah hasil riset yang memperlihatkan justru penyebab pertama mengapa orang bercerai (ini memang i Amerika) yaitu karena faktor keuangan.
Jadi menarik sekali sebab saya menduga sebelumnya bahwa penyebab pertama orang bercerai misalkan adalah ketidakcocokan atau perselingkuhan, ternyata bukan, penyebab pertama adalah masalah keuangan. Dan gara-gara masalah keuangan rupanya relasi suami-istri menjadi retak dan akhirnya membuat mereka tidak bisa lagi hidup bersama.
GS : Tetapi itu kalau terjadi di Amerika bukankah itu mereka berkelebihan di dalam segi keuangan atau materi, Pak Paul?
PG : Seharusnya memang seperti itu, tapi rupanya ada yang memang hidup di luar kemampuan atau ingin hidup di luar penghasilan yang mereka dapatkan atau bisa jadi juga karena adanya pemberhenian hubungan kerja pada tahap tertentu di dalam hidup mereka, sehingga akhirnya mereka mengalami kesulitan keuangan, sudah membeli rumah harus membayar cicilan bulanannya dan sebagainya.
Sudah beli mobil harus membayar dan sekarang tidak ada uang karena diperhentikan kerja, rupanya hal-hal ini semua yang menjadi penyebab mengapa mereka bercerai.
GS : Berarti faktor finansial ini peranannya cukup besar di dalam menentukan kelangsungan sebuah rumah tangga, Pak Paul?
PG : Ternyata sangat besar Pak Gunawan, jadi benar-benar bisa kita katakan bahwa faktor ekonomi merupakan salah satu penyangga rumah tangga. Dan kalau kita perhatikan baik-baik memang adakalnya ini yang sering kita saksikan yaitu rumah tangga mulai mengalami masalah, mulai sering cekcok karena keuangan makin sulit.
Hal-hal yang tadinya mereka bisa beli, mereka sudah rencanakan tapi akhirnya mereka tidak bisa lakukan atau jalani. Akhirnya pemotongan-pemotongan atau pengurangan-pengurangan yang harus mereka lakukan itu menimbulkan masalah di dalam keluarga mereka.
GS : Tapi biasanya kalau sejak awal, artinya pasangan suami-istri menikah itu memang sudah dalam keadaan yang tidak terlalu berkecukupan di dalam finansial mereka masih bisa menyesuaikan diri. Masalahnya terjadi kalau mereka tadinya berkelimpahan kemudian tiba-tiba kehilangan mata pencaharian seperti yang tadi Pak Paul katakan.
PG : Betul sekali Pak Gunawan, jadi dalam soal krisis ekonomi ini sesungguhnya ada dua faktor besar yang mesti kita perhatikan baik-baik, yang pertama adalah yang tadi Pak Gunawan sudah sebut. Yaitu krisis ekonomi memaksa suami-istri untuk mengubah gaya hidup mereka. Tadinya mereka bisa berpiknik sebulan sekali, sekarang tidak bisa lagi, tadinya seminggu sekali bisa keluar makan dan sebagainya sekarang tidak bisa lagi. Nah, rupanya perubahan gaya hidup itu akhirnya menimbulkan stres dalam keluarga, dan kita mesti ingat juga bahwa perubahan gaya hidup itu sering kali menuntut pemotongan atau penghilangan hal-hal yang bersifat rekreasi, karena yang bersifat hakiki atau yang pokok misalnya makanan, adanya tempat tidur, rumah dan sebagainya itu akan kita coba cukupi dan kita prioritaskan. Yang kita cenderung langsung korbankan atau kita coret dari daftar kita adalah hal-hal yang bersifat rekreasi. Jadi tampaknya itulah salah satu penyebab stres dalam keluarga tatkala mereka mengalami masalah ekonomi, mereka kehilangan kesempatan untuk ber-rekreasi. Mereka tidak bisa lagi menyegarkan jiwa mereka dengan melakukan hal-hal yang biasa mereka lakukan.
GS : Ternyata mengubah pola hidup seperti itu menjadi sangat sulit sekali Pak Paul?
PG : Sangat sulit sebab pertama-tama sesuatu yang telah terbiasa dilakukan yang akhirnya menjadi bagian atau menjadi salah satu aktifitas keluarga. Nah, waktu kita tidak bisa lagi melakukanna berarti ada yang terhilang dan karena terbiasa, waktu terhilang kita merasakan ada yang tidak nyaman dalam hidup kita ini.
Hari Sabtu malam biasanya kita pergi misalkan makan, menonton film, sekarang tidak bisa lagi, kita akhirnya terpaksa hanya diam di rumah atau jalan-jalan di sekitar rumah kita, masalahnya adalah kita tidak terbiasa dengan jalan-jalan atau hanya diam di rumah. Sebab ini biasanya hari atau waktu bagi kita untuk santai, nah berarti perubahan gaya hidup itu sudah menimbulkan ketidaknyamanan, sudah menimbulkan ketidakseimbangan lagi. Dulu tekanan yang masuk berapa banyak, tapi dikeluarkannya berapa banyak karena ada aspek rekreasi itu. Sekarang tekanan yang masuk sama bahkan bertambah kalau adanya kesulitan keuangan namun penyaluran atau pengeluarannya sedikit, karena kita tidak bisa lagi melakukan rekreasi atau hal-hal yang biasa kita lakukan untuk mengendorkan saraf-saraf kita itu.
GS : Padahal tuntutan-tuntutan yang bersifat rekreatif yang menyenangkan kita, itu biasanya bertambah-tambah terus dari hari ke hari atau bulan ke bulan.
PG : Biasanya demikian sebab bukankah semakin bertambahnya tekanan hidup semakin kita juga membutuhkan rekreasi untuk bisa menyegarkan jiwa kita itu, nah sekarang tidak bisa lagi kita lakuka itu.
Makanya hasil akhirnya adalah terjadilah ketidakseimbangan dan ini yang akhirnya menimbulkan stres dalam keluarga.
GS : Jadi dampak negatif krisis ekonomi terhadap keluarga itu apa saja Pak Paul?
PG : Yang berikutnya adalah ini Pak Gunawan, stres dalam rumah tangga, tadi saya sudah singgung perubahan gaya hidup menimbulkan stres. Nah, sekarang apa dampak stres ini pada keluarga. Stre akan langsung menekan relasi suami-istri, sebab biasanya relasi suami-istri itu setelah melewati masa tertentu mereka mulai menemukan titik equilibrium.
Pada awal pernikahan mereka harus mencocokkan diri, menyesuaikan dengan gaya hidup yang berbeda, akhirnya setelah beberapa tahun mulailah mereka menemukan celahnya bisa hidup bersama dalam keadaan yang relatif damai. Sekarang masalahnya adalah timbul stres karena masalah keuangan. Berarti apa, berarti mereka dituntut untuk bisa tanggap atau menghadapi tekanan yang baru ini. Kadang-kadang pasangan suami-istri tidak siap untuk menghadapi tekanan yang baru ini akhirnya tekanan keuangan muncul, mereka tidak siap menghadapinya, dua-dua mudah marah, dua-dua pendek sabar, dua-dua menyalahkan, nah apalagi kalau memang keluarga ini sudah mulai bermasalah sejak awalnya, tekanan ekonomi makin memperburuk relasi mereka. Atau memang di masa lampau seseorang misalkan si suami atau si istri pernah mengambil keputusan yang salah dalam soal keuangan. Dalam keadaan stres karena krisis ekonomi, mudah sekali pihak yang merasa dirugikan meledak, menyalahkan pihak yang dianggap merugikan. "Kalau saja kamu dulu tidak memutuskan investasi ini kita pasti masih mempunyai cadangan uang, kalau dulu kamu tidak membeli ini kita pasti masih ada uang, kalau kamu tidak memutuskan berhenti dulu dan memulai bisnis yang baru kamu pasti tidak mengalami ini." Nah, akhirnya muncullah sikap-sikap menyalahkan, karena apa, kita stres. Dalam keadaan stres kita ingin meluapkan kemarahan kita dan salah satu obyek kemarahan yang paling mudah kita temukan adalah kesalahan pasangan.
GS : Pak Paul, masalah krisis ini bisa menimpa siapa saja, baik pasangan yang baru menikah atau sudah 10 tahun menikah, nah apakah saran Pak Paul terhadap pasangan suami-istri ini supaya bisa mengantisipasi atau mengatasi masalah krisis-krisis ini?
PG : Ada beberapa Pak Gunawan, yang pertama adalah sebagai pasangan muda memang dari awal pernikahan mereka harus mempunyai kesamaan nilai-nilai dalam soal uang, dalam soal harta. Nah, ini pnting sekali karena kalau ada krisis ekonomi, perbedaan nilai (values) akan sangat mempengaruhi berapa kuat atau bertahannya mereka dalam menghadapi krisis ekonomi itu.
Saya berikan contoh, misalkan si suami atau si istri mempunyai nilai moral yang sangat mementingkan uang, jadi benar-benar melihat uang itu sebagai status di mata masyarakat dan di matanya sendiri. Tanpa uang mereka merasa dirinya itu tidak berharga, jadi harus ada uang dan sebagainya. Dan itu terkait juga dengan pekerjaannya, pekerjaannya adalah segala-galanya bagi dia, menomorsatukan pekerjaan di atas apapun. Kalau seseorang mempunyai nilai hidup seperti ini, kalau mengalami krisis ekonomi dia yang paling mudah hancur. Kalau pasangan yang satunya tidak mempunyai atau mempunyai nilai yang berbeda dari yang satunya, sudah tentu mereka akan saling menyalahkan, akan saling menyerang. Nah, waktu krisis ekonomi terjadi perbedaan nilai ini akan makin meledak, makin membesar. Karena yang sangat bergantung pada nilai-nilai moneter, pada nilai-nilai keuangan dia akan terpukul paling hebat. Dia akan ambruk, tidak mempunyai harga diri, tidak mau keluar, tidak mau bergaul dengan siapapun, nah yang satunya karena lebih bebas dari uang merasa tidak apa-apa kita tetap ke gereja, bertemu orang, tidak usah merasa malu ditanya orang. Nah yang satu tetap memaksa keluar, yang satu memaksa masuk ke dalam, mereka akan lebih mudah terlibat dalam pertengkaran. Maka tadi saya katakan penting sekali kita menyelaraskan nilai dalam hidup kita berdua. Tapi langkah yang kedua juga sangat penting yaitu jangan kita meletakkan nilai hidup pada keberadaan uang, pada harta benda, pada status yang kita peroleh dari pekerjaan kita. Dari awal biasakan diri untuk bisa terlepas dari hal-hal seperti ini, karena apa, karena kita mesti ingat bahwa benda-benda ini, status-status ini tidak selalu ada di dalam hidup kita. Ini adalah hak Tuhan untuk memberi, adalah hak Tuhan untuk kadang-kadang mengambilnya kembali.
GS : Memang masalahnya di situ Pak Paul, bagaimana kita itu bisa mempunyai konsep pola pikir seperti yang tadi Pak Paul katakan. Sering kali kita justru dalam bekerja malah terikat dengan pekerjaan, dengan hasil yang kita peroleh.
PG : Itu yang sering terjadi Pak Gunawan, dan saya bisa memahaminya. Sesuatu yang sudah kita geluti tahun demi tahun kalau sampai kita harus lepaskan itu akan sangat merobek diri kita, karen kita sudah lekat, kita sudah menyatu, waktu diambil tidak bisa tidak kita akan kehilangan bagian dari diri kita itu dan ini memang sangat berat.
Itu sebabnya ada sebagian orang yang sewaktu kehilangan pekerjaan, tidak mau bertemu orang, tidak merasa ada kepercayaan diri untuk menghadapi temannya atau sanak saudaranya dan lebih mau mengurung diri di rumah atau di kamarnya. Bahkan ada yang dalam keadaan seperti itu misalkan itu suami tidak terlalu mau berhadapan dengan istrinya. Memang secara umum, ini adalah pengamatan yang dilontarkan oleh seorang penulis Kristen yang bernama C.S. Lewis dia berkata bahwa dalam menghadapi stres pria cenderung berdiam diri, dalam menghadapi stres wanita cenderung membuka diri alias berbicara. Jadi ini saja sudah bisa menimbulkan problem, yang satu ingin berdiam diri, yang satu ingin berbicara membicarakan masalah ini. Apalagi kalau ada lagi masalah-masalah lain yaitu perbedaan-perbedaan nilai-nilai hidup wah itu makin memperkeruh masalah.
GS : Pak Paul, apakah mungkin ada cara lain untuk mengatasi masalah ini?
PG : Ada Pak Gunawan, nah ini memang berkaitan juga dengan relasi kita dengan anak-anak. Karena stres ekonomi tidak bisa tidak akan mempengaruhi kehidupan anak-anak dan sering kali orang tuabisa bertengkar gara-gara soal anak.
Waktu uang berkelimpahan, anak-anak membeli apa kita masih bisa mengaturnya dengan relatif mudah, mudah kenapa, sebab kita bisa berkata ya nanti kita belikan, ya kamu perlu ini nanti kami akan sediakan untukmu. Tapi waktu uang menjadi masalah, kita menjadi tidak bisa membelikan yang anak butuhkan sedangkan anak membutuhkannya. Nah, adakalanya kita panik, dalam keadaan panik kita marah, kita akhirnya menyalahkan pasangan kita. Atau kita menyalahkan anak kita "Kamu minta ini lagi, kamu minta ini lagi, kamu tidak tahu kondisi kami," nah masalahnya anak-anak memang perlu. Misalkan untuk membeli baju seragam, ada acara di sekolah di mana mereka diwajibkan ikut dan harus membayar, nah hal seperti itu susah dihindari. Nah, orang tua memarahi si anak, si anak tidak bisa berbuat apa-apa juga di sekolah. Kalau tidak ikut dia akan kena sanksi, kalau dia beritahukan terus-terang kepada guru, dia akan malu. Mungkin orang tua memaksa anak untuk berkata kamu ceritakan kondisi orang tuamu, nah dia malu dia akan merasa tertekan. Akhirnya apa yang terjadi anak bisa bermasalah, anak akhirnya malas ke sekolah, anak akhirnya tidak mau berbicara dengan orang tua, orang tua makin frustrasi melihat anaknya kok begini, makin suka marah lagi kepada anak-anaknya dan akhirnya rumah tangga tambah kocar-kacir. Maka untuk mengantisipasi dari awal kita mesti sering-sering berbicara kepada anak, juga dalam soal uang. Mengajarkan nilai-nilai yang benar tentang uang. Memang uang itu bukan sesuatu yang harus kita genggam erat-erat, bukan segala-galanya dalam hidup tapi kita mesti mengajar anak menghargai uang, kita harus mengajar anak memakai uang dan menyimpan uang. Mempunyai nilai yang benar dalam penentuan beli atau tidak barang yang dikehendaki dan sebagainya. Dan juga setelah semua ini kita lakukan, pada waktu krisis berlangsung kita mesti mempunyai keterbukaan dengan anak, kita mesti katakan dengan baik-baik bahwa duduk masalahnya bukannya kami tidak mau, bukannya kami tidak peduli, kami memahami kondisimu yang juga susah, kami tahu kamu juga akan sulit berkata jujur kepada gurumu tapi inilah kondisi kami, kami harus memberitahukan kepada kamu apa adanya. Misalkan juga kita mengajak anak untuk sering-sering bersama dengan kita berdoa, misalkan doakan papa yang tidak mempunyai pekerjaan sekarang ini, jadi kita libatkan anak dalam penanggulangan krisis ini. Dalam keadaan stres, mudah sekali kita malah mencerai-beraikan keluarga kita karena sikap-sikap kita yang makin menajam, meruncing, nah kita mesti menjaga duri-duri jangan sampai kita menusuk-nusuk orang di sekitar kita. Dengan anak-anak juga seperti itu, kita libatkan mereka dalam proses penanggulangannya.
GS : Pak Paul, di dalam menanggulangi stres, katanya ada suatu bentuk yang bisa menolong kita misalnya dengan mendengarkan musik, ini mungkin pola rekreatif yang tidak terlalu mahal Pak Paul, dengan mendengarkan radio kita bisa mendengarkan musik-musik, apa memang betul begitu?
PG : Tepat sekali Pak Gunawan, nah ada hal yang relatif simpel yang bisa dilakukan dan tidak terlalu memakan biaya besar. Yaitu memanfaatkan musik, kalau tidak bisa membeli kaset dengarkan rdio, banyak stasiun yang menawarkan lagu-lagu kesukaan kita, kita dengarkan.
Nah, ada sebuah buku Pak Gunawan yang berjudul Music as Medication, musik sebagai obat. Dalam buku ini diperlihatkan betapa berkhasiatnya musik dalam kesejahteraan jiwa manusia. Kalau kita menyenangi musik dan musik itu bisa berbicara kepada kita wah......kita adalah orang yang diuntungkan oleh musik. Musik mempengaruhi suasana hati Pak Gunawan, kita mungkin belum bisa menjawab persoalan kita, kita mungkin belum bisa mendapatkan pekerjaan yang kita inginkan, kita mungkin masih belum mempunyai uang untuk membayar uang sewa rumah kita, nah meskipun masalah belum bisa terpecahkan tapi suasana hati kita bisa kita ubah atau bisa kita ringankan dengan cara mendengarkan musik, yang bisa menghibur dan meringankan perasaan kita akhirnya suasana hati kita lebih ringan. Nah, sekali lagi saya tekankan memang masalah belum selesai tapi yang penting detik ini, saat ini untuk mungkin beberapa jam suasana hati kita tidaklah seberat sebelumnya. Apa dampaknya, o.....sangat besar terhadap anak, terhadap suami, terhadap istri, terhadap orang lain, kalau suasana hati kita ringan berarti kita bisa bersikap lebih baik kepada mereka. Sehingga kita bisa menanggulangi stres ini bersama-sama dengan lebih baik pula.
GS : Dan mungkin juga bisa melibatkan mereka dengan mendengarkan musik, menyanyi sama-sama atau memainkan alat musik yang sederhana misalnya gitar, tapi bisa menciptakan suasana riang.
PG : Betul sekali, dan itulah yang dibutuhkan oleh jiwa kita yakni rekreasi, penyegaran. Kita tidak bisa mendapatkannya melalui aktifitas rekreasi yang biasanya dulu kita lakukan, sekarang kta mendapatkannya melalui musik.
Relatif sederhana, sangat murah tetapi sangat mujarab.
GS : Bagaimana dengan kalau kita jalan-jalan ke tempat-tempat yang tidak membutuhkan pengeluaran besar, Pak Paul?
PG : Ini juga sangat baik Pak Gunawan, jadi kita bisa berjalan bersama, ngobrol bersama, itu relatif sudah bisa mengurangi ketegangan kita dengan kita berjalan, menggerakkan tubuh, itu sudahbisa mengendorkan saraf-saraf kita yang tegang.
Nah, yang paling penting adalah jangan saling menyalahkan itu pencobaan yang harus kita lawan, godaannya besar sekali. Dalam keadaan krisis apalagi krisis ekonomi kita menyalahkan pasangan kita atau anak kita.
GS : Kalau begitu apakah ada ayat firman Tuhan yang bisa menolong para pendengar khususnya yang sedang menghadapi masalah krisis ekonomi, Pak Paul?
PG : Ada beberapa Pak Gunawan, yang pertama adalah firman Tuhan yang kita tahu diucapkan oleh Tuhan Yesus. "Datanglah kepadaKu, hai kamu yang letih dan berbeban berat, karena Aku akan memberkan kelegaan kepadamu."
Ini janji Tuhan Yesus, Dia akan memberikan kelegaan. Terus kemudian di Perjanjian Lama,
Mazmur 125:1, "Orang-orang yang percaya kepada Tuhan adalah seperti gunung Sion yang tidak goyang, yang tetap untuk selama-lamanya. Waktu Daud lari dari Saul firman Tuhan mencatat, Daud menguatkan dirinya di dalam Tuhan. Dalam kesulitan-kesulitan inilah yang dilakukan oleh orang-orang percaya, mereka datang kembali dan datang kembali kepada Tuhan. Kita percaya Tuhan tidak akan membiarkan kita, Dia akan mempedulikan kita, itu janji Tuhan dan Tuhan tidak berbohong.
GS : Terima kasih sekali Pak Paul, untuk perbincangan ini. Tentunya perbincangan ini akan sangat berguna baik bagi mereka yang tidak sedang mengalami krisis ekonomi, mudah-mudahan juga tidak terjadi tetapi kalau pun suatu saat terjadi saya rasa para pendengar kita jauh lebih siap menghadapi itu. Dan bagi para pendengar yang saat-saat ini sedang dilanda krisis ekonomi di dalam kehidupan keluarga, kita juga ikut berdoa agar mereka bisa cepat dipulihkan oleh Tuhan dan bisa cepat keluar dari situasi yang sulit ini. Sekali lagi banyak terima kasih Pak Paul dan juga terima kasih untuk para pendengar sekalian Anda telah dengan setia mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang krisis ekonomi dalam keluarga. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telagaindo.net.id. Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs atau website kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.