Mengajar Pasangan Bersikap Jujur

Versi printer-friendly
Agustus

Berita Telaga Edisi No. 141 /Tahun XII/Agustus 2016


Diterbitkan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Sekretariat: Jl.Cimanuk 56 Malang 65122 Telp.: 0341-408579, Fax.:0341-493645 Email: telagatelaga.org Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Rr. Fradiani Eka Y. Bank Account: BCA Cab. Malang No. 011.1658225 a.n. Melany E. Simon



Mengajar Pasangan Bersikap Jujur

Tidak semua orang dibesarkan dengan nilai moral yang baik. Ada yang justru dibesarkan dengan ketidakjujuran sehingga akhirnya terbiasa bersikap tidak jujur terhadap sesama. Kadang kita tidak begitu memperhatikan karakteristik ini sebelum menikah dan baru menyadarinya setelah menikah. Apakah yang harus kita perbuat bila pasangan terbiasa bersikap tidak jujur?

Pertama, kita harus bertanya apakah ketidakjujuran ini merupakan upaya untuk menutupi dosa. Bila memang merupakan upaya untuk menutupi dosa, kita harus memperhadapkannya dengan Firman Tuhan. Kita harus menyadarkannya bahwa Tuhan tidak berkenan dengan dosa dan seyogianyalah kita takut akan ganjaran Tuhan. Kita pun harus menegaskan bahwa kita tidak dapat menoleransi dosa di dalam pernikahan sebab pada akhirnya dosa yang bersemayam dalam pernikahan akan menghancurkan sendi pernikahan yakni percaya, respek, dan kasih.

Kedua, kita harus bertanya apakah ketidakjujuran ini merupakan upaya untuk lari dari tanggung jawab. Kadang pasangan terbiasa dengan dusta untuk melepaskannya dari tanggung jawab. Sejak kecil ia telah belajar untuk lepas dari tanggung jawab karena mungkin memang dengan mudah ia dapat mengelabui orangtuanya. Jadi setiap kali ia berhadapan dengan tanggung jawab, maka muncullah dalih demi dalih agar ia terbebaskan dari tanggung jawab. Pola perilakunya adalah, daripada berkata, tidak mau atau tidak suka, ia akan mengatakan, ya, namun tidak mengerjakannya. Sewaktu ditanya, maka dalih demi dalih meluncur keluar dari mulutnya.

Jika inilah duduk masalahnya, kita perlu berbincang bersamanya dan menjabarkan tanggung jawab yang mesti dipikulnya sebagai bagian dari keluarga. Tanyakanlah manakah tanggung jawab yang sanggup dilakukannya dan mana yang tidak diinginkannya. Beritahukanlah bahwa daripada mengatakan, ya, tetapi tidak mengerjakannya, lebih baik mengatakan, tidak.

Ketiga, kita harus bertanya apakah ketidakjujuran ini merupakan upaya untuk memperoleh apa yang diinginkannya dengan mudah. Ada orang yang tidak rela membayar harga untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Itu sebabnya ia berdusta untuk memenuhi keinginannya. Orang ini menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya dan salah satu cara yang digunakannya adalah berbohong. Kita perlu mengajaknya bicara tentang keinginannya itu dan merancang suatu kerja sama agar keinginannya dapat terkabul. Tunjukkanlah niat baik kepadanya yaitu kita bersedia membantunya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya tanpa harus berbohong.

Keempat, kita harus bertanya apakah ketidakjujuran ini merupakan upaya untuk menghindar dari konflik dengan kita. Kadang pasangan berbohong karena tidak ingin berselisih pandang. Jadi, ia cenderung mengiyakan pendapat dan keinginan kita namun sesungguhnya ia tidak menyetujuinya. Namun masalahnya adalah, jika kita memaksanya untuk menyatakan pendapat, ia merasa lebih tertekan dan makin mencari celah untuk tidak jujur. Menghadapi sikap seperti ini, kita pun perlu memeriksa diri; mungkin kita dipandangnya sebagai penyulut konflik. Itu sebabnya kita mesti bercermin diri dan jika memang ia peka dengan konflik, kita pun perlu mengubah sikap sehingga tidak cepat bereaksi.

Kelima, kita harus bertanya apakah ketidakjujuran ini merupakan upaya untuk melindungi diri. Mungkin ia takut kepada kita sehingga ia cenderung berbohong. Ia menganggap kita adalah pengawas yang mesti dijauhinya. Adakalanya memang kitalah sumber penyebabnya. Misalnya karena kita pernah dikhianati maka kita tidak mudah percaya dan takut mengalami peristiwa yang sama. Itu sebabnya kita cenderung memantau pasangan dan menuntut pertanggungjawabannya.

Atau, kadang penyebabnya adalah pasangan dibesarkan dalam keluarga yang sangat keras sehingga sedikit ketidakkonsistenan cukup untuk membuatnya didera. Perlakuan seperti ini biasanya membuat seseorang takut sekali ditemukan kesalahannya. Akhirnya untuk menciptakan rasa aman, ia pun berupaya membatasi arus informasi sehingga pasangannya tidak mengetahui banyak tentang kegiatannya.

Kesimpulan

Kita tidak dapat begitu saja menyamaratakan semua sikap ketidakjujuran sebab ada pelbagai penyebabnya. Menegur dan memarahinya sering kali tidak memberi dampak; jauh lebih efektif mendoakan dan dengan kasih mengajaknya kembali hidup dengan Tuhan yang menjanjikan, "dan kamu akan mengetahui kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:32)

Oleh : Pdt. Dr. Paul Gunadi

Audio dan transkrip secara lengkap bisa didapatkan melalui situs www.telaga.org dengan kode T239B.

TELAGA MENJAWAB

TANYA?

Shalom,

Saya sering mendengar TELAGA di radio. Saat ini saya sedang bermasalah dengan istri saya.

Pada waktu istri saya hamil muda, saya mendengar dari orang lain bahwa istri saya itu orang Chinese, padahal sejak saya kenal dia sampai menikah, saya tidak mengetahui hal itu. Istri tidak pernah menceritakan soal identitasnya kepada saya.

Sebagai suami, saya sering memancing istri supaya mau cerita baik-baik tentang identitasnya itu, tapi tidak pernah berhasil. Kenapa dia cerita ke orang lain yang sebenarnya tidak perlu tahu namun tidak mau menceritakannya kepada saya?

Karena bertahun-tahun merasa dibohongi, saya sempat jengkel dan menampar dia di depan anak kami yang berumur 4,5 tahun. Dia ketakutan dan menangis memeluk ibunya. Saya sangat menyesal telah ringan tangan terhadap istri dan merasa bersalah kepada anak kami.

Apakah anak kami bisa trauma dengan kejadian itu? Bagaimana cara agar istri mau terbuka kepada saya?

Terima kasih, Tuhan memberkati.

JAWAB

Shalom!

Terima kasih untuk surat Bapak yang mengungkapkan permasalahan dengan istri yang tidak mau mengungkapkan identitasnya. Perlu kita ketahui bahwa di dunia ini tidak ada orang yang sifatnya sama, masing-masing memunyai tabiat dan kebiasaan yang berbeda. Demikian pula dengan Bapak dan istri Bapak, dimana dalam perkawinan perlu menyesuaikan diri.

Dalam hal istri tidak mau terbuka memang ada beberapa alternatif, mungkin istri Bapak merasa takut (tidak aman) atau mungkin ada sebab-sebab lainnya. Mungkin Bapak juga perlu mengadakan introspeksi diri, mengapa sampai istri tidak mau mengungkapkan identitasnya, apakah Bapak pernah menunjukkan sikap-sikap yang negatif terhadap orang-orang keturunan Chinese, dll. Ini merupakan contoh saja untuk introspeksi. Selanjutnya yang dapat Bapak lakukan adalah nyatakan kepada istri bahwa Bapak sebagai suami ingin mengetahui "asal-usul"nya, bukan untuk apa-apa, tapi sekadar ingin bisa lebih mengenal latar belakang istri. Apabila istri belum mau mengungkapkan, jangan dipaksakan.

Dalam keadaan emosi, Bapak menampar istri; sebaiknya Bapak meminta maaf dan dengan penuh penyesalan nyatakan bahwa hal itu tidak akan terulang lagi. Berikan rasa aman kepada istri. Diharapkan lama-kelamaan istri akan berani berterus terang. Dia orang Chinese atau bukan, yang penting Bapak tetap mengasihinya. Bukankah Tuhan tidak membeda-bedakan?

Terhadap anak, sediakan waktu untuknya, ajak bermain dan nyatakan bahwa Bapak menyayanginya. Bapak pernah khilaf dan menampar ibunya, tapi Bapak kini menyesal dan tetap mengasihi semuanya. Dengan demikian anak tetap merasa dikasihi dan melihat orang tuanya tidak bertengkar lagi, maka ia pun merasa senang. Bagi anak umur 4,5 tahun, peristiwa "menakutkan" seperti melihat ibunya ditampar itu akan cukup membekas. Namun hal ini bisa dinetralkan apabila Bapak kembali menunjukkan kasih sayang kepada istri.

Demikian jawaban yang bisa kami sampaikan. Harapan kami, Bapak bisa bersabar dan mohon hikmat dari Tuhan, sehingga hubungan dengan istri tidak perlu retak karena masalah asal-usul istri yang hingga kini masih ditutupinya. Tuhan menolong dan memberkati Bapak sekeluarga.

Salam: Tim Pengasuh Program TELAGA

DOAKANLAH:
  1. Bersyukur bulan ini negara kita memeringati ulang tahunnya yang ke-71. Biarlah kita tetap mendoakan untuk presiden, wakil presiden dan para menteri demikian juga orang-orang yang dipercayakan memegang jabatan di pemerintahan.
  2. Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dari Ibu Gan May Kwee di Solo sejumlah Rp 500.000,- dan doakan untuk dr. Lo Siauw Ging, suami dari Ibu Gan May Kwee, yang menderita stroke dan masih menjalani fisioterapi.
  3. Doakan untuk Bp. Andrew A.Setiawan agar diberi hikmat untuk bisa mengatur waktu membuat artikel seputar berpacaran. Tidak terasa rencana ini sudah dimulai 1 tahun yang lalu.
  4. Bersyukur rekaman judul "LGBT" telah 1x diadakan dengan Ev. Sindunata Kurniawan, MK sebagai narasumber dan Bp. Daniel Iroth, M.Div. Doakan untuk rekaman berikutnya agar Tuhan menolong kepada Bp. Sindunata dalam memersiapkannya.
  5. Bersyukur Bp. Paul Gunadi sudah tiba di Malang dan mulai nanti malam akan dimulai lagi rekaman Telaga dan kali ini dalam bentuk VCD. Doakan untuk rekaman berikutnya selama bulan September 2016.
  6. Delapan bulan telah kita lewati dalam tahun 2016 dan baru ada 1 radio yang bekerjasama dengan Telaga. Doakan agar ada tambahan radio lagi sebelum akhir tahun 2016.
  7. Tetap doakan untuk DVD Telaga yang telah selesai diperbaiki agar dalam waktu dekat sudah bisa digandakan.
  8. Doakan untuk buku "Tujuh Bantal Keluarga" yang akan diterbitkan oleh C.V. Evernity Fisher Media agar dalam waktu dekat sudah bisa terealisir.
  9. Bersyukur untuk gelar Doktor Teologi yang telah diraih oleh Bp. Pdt. J.H.Soplantila pada tgl. 6 Agustus 2016 yang lalu di Institut Injil Indonesia, Batu.
  10. Bersyukur atas karunia Tuhan kepada Bp. & Ibu Basoeki Rahardjo atas kelahiran cucu ke-4 yang diberi nama Noah Benedict Rahardjo, lahir di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 2016.
  11. Bersyukur untuk donasi yang diterima dalam bulan ini dari donatur tetap, yaitu :
    006 – Rp 200.000,- untuk 2 bulan.
    011 – Rp 300.000,- untuk bulan Juli dan Agustus 2016.