oleh Bp. Sindunata Kurniawan, M.K.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Hendra, akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang topik "Percaturan Relasi Saudara Kandung". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
H : Pak Sindu, sebenarnya apa yang dimaksud dengan percaturan relasi saudara kandung ini, Pak ?
SK : Sebagaimana kita mengenal kata "percaturan" itu misalnya muncul kata "percaturan dunia politik", "percaturan dunia ekonomi". Dalam hal ini, menggambarkan tentang dinamika relasi keluarga dengan berbagai aspek yang ada di dalamnya, melahirkan bentuk-bentuk relasi tertentu, Pak Hendra. Inilah yang akan kita kupas dan diskusikan tentang bagaimana berbagai faktor dalam relasi saudara kandung itu akan memberi pengaruh pada relasi itu sendiri.
H : Pengaruh-pengaruh seperti apa, Pak ?
SK : Yang pertama, keberadaan saudara kandung itu memang dari hasil penelitian di lapangan membuktikan memiliki pengaruh yang besar di dalam perilaku seseorang atau perkembangan hidup seseorang. Yaitu melalui kebersamaan di antara saudara kandung itu, berkembangnya adanya perilaku menolong, ketika perilaku menolong ini sudah diasah dalam relasi saudara kandung maka itu akan mengembangkan perilaku yang lebih luas di dunia masyarakat. Bagaimana bekerja sama, bagaimana mengekspresikan perasaan, apakah dia melakukan pelaku kekerasan agresif ataukah dia bisa menjadi orang yang lemah lembut. Ini sangat dibentuk ketika dia hidup bersama-sama dengan saudara kandungnya, khususnya dalam masa kanak-kanak dan remaja.
H : Jadi mempengaruhi bentuk relasinya ketika dia ada di masyarakat, begitu Pak ?
SK : Betul. Baik itu relasi menolong, berbagi, mengajar orang lain, ataukah berkelahi, bermain, bagaimana menerima dukungan emosional, atau bagaimana bersaing, bagaimana berkomunikasi. Ini semua bentuk-bentuk relasi kita di masyarakat di masa dewasa, sangat banyak dicetak dan dipengaruhi oleh relasi antar saudara kandung ketika tumbuh sebagai seorang anak.
H : Dan ini mulai tampak dan semakin nyata ketika mereka masuk usia remaja, begitu, Pak ?
SK : Betul. Pada masa remaja akan semakin nyata dan nanti akan sangat terasa dampaknya ketika di masa remaja dan dewasa.
H : Termasuk bagaimana mereka menangani konflik saat mereka berelasi dengan teman, itu juga terpengaruh oleh relasi mereka dengan saudara kandung di rumah ?
SK : Betul. Sangat berkaitan erat. Karena kehidupan antar saudara kandung ini boleh dikatakan miniatur dalam relasi sosial di kancah yang berbeda, baik itu di sekolah, di gereja atau mungkin pergaulan di antara sesama orang dewasa di tempat kerja, atau di klub, kelompok dan komunitas hobi. Itu sangat dipengaruhi bagaimana relasi antar saudara kandung kita.
H : Kita mau melihat lebih detail percaturan relasi saudara kandung ini. Apakah ada kategori-kategori yang bisa membuat kita lebih mengerti percaturan ini dalam hal apa saja, Pak ?
SK : Dalam hal ini saya tambahkan, bahwa keberadaan saudara kandung ini, relasi itu akan sangat memberi nilai negatif kalau relasi saudara kandung ini penuh dengan konflik. Itu akan mengganggu perkembangannya sebagai seorang remaja, apalagi kalau pengasuhan orang tua tidak berjalan dengan efektif, itu akan mengganggu relasinya dengan teman-teman seusianya ataupun dalam tumbuh kembangnya sebagai remaja yang butuh identitas, butuh mengenal diri, butuh mengembangkan relasinya dengan teman-teman sebayanya. Itu akan sangat dipengaruhi oleh bentuk relasinya dengan saudara kandungnya.
H : Dan faktor-faktor dari percaturan relasi saudara kandung ini apa saja ?
SK : Yang pertama, berkenaan dengan jarak usia. Jadi kalau jarak usianya terlalu jauh, maka akan menciptakan lebih banyak kemungkinan perilaku kompetitif atau persaingan. "Kakakku bisa seperti itu, aku harus bisa seperti ini. Adikku sudah bisa seperti ini, aduh! Kok aku seperti ini ya ? Aku gagal ya ?" jadi antara perilaku kompetitif atau ketertekanan, karena jarak yang lebar seperti itu. Sementara jarak usia yang dekat antar saudara kandung, yaitu dua tahun atau kurang dari dua tahun, itu justru akan membuat kondisi, kemampuan, keterampilan dan minat agak mirip antar saudara kandung itu. Dan cenderung akan lebih mudah saling berbagi, rasa solidaritas, perasaan senasib sepenanggungan lebih mudah dibentuk oleh karena jarak usia yang lebih pendek.
H : Jadi idealnya jarak usianya jangan terlalu jauh, begitu Pak ?
SK : Iya. Tapi kita juga tidak bisa ideal. Karena itu kadang sebuah fakta. Maksudnya, antar saudara kandung dua tahun dua tahun, tapi nantinya juga memengaruhi relasi anak yang sulung dengan anak bungsu, jaraknya ‘kan bisa lima – sepuluh tahun ‘kan ? Jadi itu sesuatu yang tidak bisa kita bakukan. Kecuali kalau kita cuma mau punya 2 – 4 anak maksimal. Kita buat jarak kelahiran yang berdekatan, itu akan membuat relasinya dari faktor jarak usia akan lebih guyup, lebih akur, lebih menyatu. Itu baru satu faktor.
H : Faktor lainnya apa ?
SK : Faktor yang kedua yaitu dari urutan kelahiran. Kita bisa bagi anak sulung, anak tengah dan anak bungsu. Masing-masing memunyai kecenderungan kepribadian masing-masing berdasarkan urutan kelahiran.
H : Itu kalau tiga anak, Pak. Kalau anaknya empat, bagaimana urutan kelahirannya?
SK : Berarti ada lebih banyak anak tengah. Kalau boleh saya gambarkan, anak sulung. Anak sulung cenderung sangat dipengaruhi orang tua, berusaha keras menjadi dewasa, cenderung untuk lebih bertanggung jawab dan cenderung berperan sebagai pemimpin yang dominan. Keberadaan anak sulung akan memengaruhi perkembangan kognitif, sosial dan emosi adik-adiknya. Artinya kalau anak sulung ini menjadi anak yang berprestasi secara akademis, kehidupan sosialnya bagus, kehidupan emosinya bagus, artinya dia orang yang tenang, ramah, hangat; maka itu akan memberikan pengaruh positif bagi adik-adiknya. Tapi kalau dia menjadi orang yang berangasan, minat belajarnya sangat rendah, cenderung menarik diri, bermasalah secara sosial; berarti itu tidak memberi nilai tambah bagi adiknya.
H : Jadi dia punya pengaruh yang sangat besar bagi adik-adiknya.
SK : Betul.
H : Seperti apa lagi, Pak ?
SK : Anak sulung ini cenderung berperan sebagai penolong, cenderung belajar adaptif atau menyesuaikan diri, belajar mengendalikan diri dan cenderung kurang agresif. Ini bisa kita bayangkan, anak sulung ‘kan anak pertama dari sebuah pernikahan orang tuanya. Jadi orang tua yang baru belajar punya anak ini cenderung protektif, sangat melindungi anaknya. "Eh, jangan begini, bahaya. Kamu disini saja, kamu bersama mama." Akhirnya anak itu cenderung tidak berani untuk terlalu ikut kata hatinya. Dia diajar untuk menahan diri, mengendalikan diri. Atau sebaliknya, "Kamu harus jadi teladan buat adikmu. Kamu jaga adikmu ya. Kalau papa mama tidak ada, kamu inilah yang menggantikan papa dan mama." Kata-kata semacam itu cenderung membawa rasa kepemimpinan, rasa untuk melindungi, rasa untuk bertanggung jawab, rasa untuk menjadi dewasa, lebih daripada usianya. Karena pernyataan-pernyataan dari orang tua yang demikian.
H : Jadi dia banyak mendapat tuntutan dari orang tua ? Memengaruhi prestasinya juga ?
SK : Betul. Di satu sisi, karena adanya tuntutan itu akhirnya dia bisa sangat melejit, sangat berprestasi, akhirnya superior, terutama di dunia sekolah bisa seperti itu. Atau sebaliknya. Karena dia tidak menggapai cita-cita setinggi langit yang ditanamkan orang tuanya, muncul rasa bersalah yang kuat. Kecemasan, ketertekanan, stres karena tuntutan orang tua.
H : Dan rasanya selain merasa dituntut, dia juga gampang merasa cemburu. Kalau orang tua meminta dia terus mengalah pada adiknya, dia harus terus mengayomi adiknya.
SK : Betul. Kalau kita gambarkan grafiknya, pada umumnya keluarga dari keluarga yang biasa-biasa saja, biasanya pada awal pernikahan kehidupan ekonominya cenderung pas-pasan. Bahkan mungkin di bawah garis kehidupan yang wajar, yang dianggap baik. Dan anak sulung mengalami kondisi keprihatinan ekonomi. Ingin punya ini itu, ingin makan ini itu, tidak bisa, serba menahan diri. Eh, kemudian beberapa tahun ekonomi keluarga meningkat dan lahirlah anak yang kedua dan ketiga. Pada kondisi ekonomi keluarga yang lebih baik, "Pa, minta ini !", "Ma, minta itu !" eh, orang tua gampang sekali memberikan. Akhirnya anak sulung cemburu. "Enak saja, adikku minta ini itu langsung dipenuhi. Aku dari dulu harus susah payah ikut prihatin." Inilah yang kadang kala memunculkan rasa marah yang besar. Ketika orang tua memanjakan adik-adiknya.
H : Itu salah satu contoh ya. Ada hal lain yang ingin Bapak tambahkan terkait karakteristik anak sulung ?
SK : Anak sulung jadi gambaran overprotektif dari orang tua, ini membuat anak sulung kurang mendukung pandangan revolusioner.
H : Maksudnya bagaimana, Pak ?
SK : Dia akan cenderung konservatif, memelihara situasi yang ada. "Oke, ini ajaran papa mama seperti ini. Ini ajaran guru-guru. Ini ajaran gereja. Ini pandangan umum orang-orang yang dari dulu dipegang. Ya saya akan mempertahankan ini. Tidak macam-macam. Tidak akan membuat terobosan-terobosan, revolusi apalagi perubahan-perubahan drastik. Ini sudah jadi tradisi dan kebiasaan. Dari dulu keluarga seperti ini. Dari dulu gereja seperti ini. Dari dulu sistem masyarakat ya seperti ini. Ini sudah cukup baik. Sudahlah, dipertahankan saja." Nah, itu ciri khas anak sulung.
H : Jadi cenderung kaku ?
SK : Bisa cenderung kaku atau cenderung memelihara situasi yang ada. Jadi secara alami, anak sulung bukan tipe pendobrak. Pendobrak gereja, dunia pendidikan, dunia bisnis, tatanan sosial. Tidak. Dia cenderunag akan memelihara, karena dibesarkan oleh orang tua yang secara alami lebih melindungi dan membatasi eksplorasi anak sulung ini.
H : Kurang mempunyai dorongan untuk membuat terobosan-terobosan ?
SK : Betul.
H : Nah, itu anak sulung. Bagaimana dengan anak tengah, Pak ?
SK : Kalau anak tengah, cenderung secara alami diharapkan orang tua lebih sukses dan kompetitif dibandingkan kakaknya. Karena orang tua misalnya merasa ekonominya lebih baik ketika anak tengah ini lahir. Baik itu anak tengah bisa anak kedua atau anak ketiga. Jadi secara alami, "ayo kamu sekolah yang baik. Sekarang kamu punya fasilitas. Kakakmu bisa seperti ini, kamu harus lebih lagi, jangan kalah dengan kakakmu." Pada awalnya orang tua bertujuan untuk memotivasi. Tanpa sadar akhirnya lahir suatu keadaan anak merasa dituntut lebih tinggi. Melihat kakaknya sebagai kompetitor yang perlu dia kalahkan supaya dia mendapat pengakuan dari orang tuanya.
H : Anak tengah ‘kan masuk kategori anak tengah ketika jarak usia dengan kakak dan adiknya tidak terlalu jauh, Pak. Kalau agak jauh kan kemungkinan besar dia menjalani sebagai anak bungsu dulu baru kemudian dia menjadi anak tengah.
SK : Bisa seperti itu. Jadi anak tengah baru terjadi ketika ada adik yang lahir sebagai kelanjutan dari dia sebagai anak kedua atau anak ketiga.
H : Yang saya perhatikan, ketika ternyata jarak anak tengah dengan kakak dan adiknya ini tidak terlalu jauh, orang tua ‘kan sebelumnya memberi perhatian besar kepada kakaknya yang pertama kali lahir. Begitu anak tengah ini lahir, lalu tidak lama muncul lagi adiknya. Akhirnya perhatian ke adiknya. Yang tengah ini jadi hanya sedikit menerima perhatian, Pak ?
SK : Betul. Jadi begini. Inilah sisi kelamnya anak tengah. Anak tengah cenderung berada di bawah bayang-bayang kakaknya, si anak sulung. Tapi sebaliknya tanpa sadar, dia juga di bawah bayang-bayang adiknya yang bungsu. Adik yang bungsu, karena masih bayi, lebih lucu, akhirnya anak tengah yang waktunya mendapat perhatian dialihkan kepada adiknya yang bungsu yang masih bayi ini. Akhirnya dia terabaikan. Kakak sulung diperhatikan, di masa-masa awal kehidupan sebelum dia lahir dan begitu dia lahir jarak dua tahun sampai empat tahun, adiknya lahir. Belum sempat menikmati masa keemasan yang panjang, langsung beralih kepada adiknya. Maka dalam hal ini, satu sisi dampak bagi anak tengah kalau itu terjadi, maka dia akan lebih sulit menentukan identitas diri. Merasa mendapatkan peran yang lebih sedikit. Dia cenderung menjadi anak yang terabaikan. Kalau dalam perjalanan saya melayani orang demi orang, saya mendapati, beberapa fenomena anak tengah ini menjadi anak yang kabur identitasnya, anak yang mengalami kegamangan dalam hidupnya, karena cenderung baru kalau berulah, baru diperhatikan. Tapi sepanjang baik-baik saja, malah diabaikan oleh orang tuanya. Dan akhirnya lahirlah krisis di masa remaja, masa dewasa, setelah sekian tahun tidak terperhatikan oleh orang tuanya. Makanya dalam konteks ini, orang tua perlu benar-benar mewaspadai sindrom anak tengah yang lebih mudah diabaikan oleh para orang tua.
H : Nah itu ‘kan efek kelamnya. Tapi kadang-kadang dalam kehidupan ini kita juga banyak menemukan anak-anak tengah yang berhasil, Pak. Yang cenderung tidak manja, lebih mandiri, lebih bisa diplomatis, bisa jadi penengah suatu perselisihan.
SK : Betul. Itulah sisi terang anak tengah. Sisi lain dia bisa menjadi tidak diperhatikan, tapi di sisi lain karena tidak diperhatikan dia menyimpan sisi positif yaitu dia menjadi mandiri, independen, cenderung menengahi kakak dan adik yang bertengkar, cenderung menengahi situasi perselisihan, bisa sangat termotivasi, kooperatif, bisa juga mudah putus asa, tapi juga punya ambisi yang realistik. Tapi memang ada satu sisi begini, anak tengah bisa jadi lepas dari konstelasi keluarga. Artinya dalam percaturan relasi saudara kandung, anak tengah lebih mungkin untuk keluar dari ikatan keluarga.
H : Kenapa, Pak ?
SK : Ya itu tadi, karena orang tua tidak terlalu memerhatikan. Orang tua lebih banyak memperhatikan anak sulung dan anak bungsu. Anak tengah ini dipandang "Lho dia baik-baik saja, alim-alim saja, tenang-tenang saja, ya sudah. Dia bisa kelola sendiri." tanpa sadar anak tengah merasa, "Aku tidak menerima sumbangsih yang emosional dari papa mamaku." Sementara antara kakak dan adik pun mungkin tidak terlalu dekat. Atau sebaliknya, rasa tanggung jawab itu kurang diberikan kepada orang tua. Sehingga akhirnya dia baik tapi lepas dalam jejaring sosial antar saudara kandung.
H : Kita sudah bahas anak sulung dan anak tengah. Sekarang anak bungsu, Pak.
SK : Anak bungsu paling mudah kita kenali. Dia cenderung dimanjakan sehingga tumbuh menjadi anak yang manja, bergantung pada orang lain, ingin sempurna dalam segala sesuatu, memiliki ambisi yang tidak realistik. Karena, "Kakak-kakakmu bisa seperti itu. Kamu juga!" wah dia langsung pasang harga yang sangat tinggi, istilahnya cita-cita yang sampai ke planet pluto. Jadi dia cenderung minta dibela, meniru kakak tertuanya, lebih senang bermain, memberontak, jarang puas pada pencapaian diri sendiri. Inilah sisi kasihan pada anak bungsu. Dalam hal ini, orang tua perlu menyadari anak bungsu tidak boleh terlalu dimanjakan. Perlakuan dengan kasih sayang tapi juga ada tuntutan sebagaimana dengan perlakuan kepada anak sulung dan anak tengah. Anak bungsu juga perlu menerima. Kalau tidak demikian, dia hidup dalam bayang-bayang mimpi di siang bolong. Mimpinya tinggi tapi miskin aksi. Miskin tindakan. Inilah yang membuat beberapa anak bungsu cenderung bermasalah. Pemalas, dianggap pemalas, gagal dalam studi, instan, maunya jalan pintas, inginnya cepat berhasil tapi dengan cara-cara yang minimalis, akhirnya dia curang, tidak jujur, mengkorupsi, atau menipu orang lain, maunya cepat kaya raya tapi tidak mau bekerja keras, tahunya hasil akhirnya bagus tapi tidak mau melalui berakit-rakit dahulu bersakit-sakit dahulu, niatnya hanya keberhasilan kakak-kakaknya, tidak melihat proses panjang untuk menuju keberhasilan itu. Inilah sisi kelam anak bungsu kalau tidak diwaspadai oleh orang tua.
H : Kita sudah bahas faktor-faktor percaturan relasi saudara kandung, jarak usia dan urutan kelahiran. Apa faktor berikutnya, Pak ?
SK : Jenis kelamin, Pak Hendra. Dalam hal ini, kakak perempuan pada usia remaja lebih cenderung bersedia untuk tetap menjalin hubungan erat dengan saudaranya. Kemudian, anak perempuan lebih suka menempatkan diri sebagai pengasuh dan penolong dan cenderung memandang atau bersikap positif terhadap saudaranya.
H : Ternyata perempuan cenderung lebih bisa mengayomi ya, Pak.
SK : Iya. Mungkin sifat feminin atau keibuan.
H : Natur keibuan.
SK : Natur keibuan itu membuat saudara perempuan atau kakak perempuan cenderung menjadi perekat dari satu kumpulan saudara kandung. Begitu kecenderungannya. Lebih memerhatikan ayah ibunya di masa tua, lebih memerhatikan saudara-saudaranya, apalagi kalau perempuan ini adalah anak sulung. Sudah alami sudah ada tuntutan sebagai anak sulung untuk mengayomi adik-adiknya, menjadi pengganti orang tua setelah orang tua meninggal, di sisi lain ditambah sisi keibuannya itu tadi yang cenderung merawat dan memelihara. Tidak ekspansif tetapi memelihara. Ini membuat anak perempuan itu memiliki sisi keunikan daripada anak laki-laki.
H : Jadi kalau anak laki-laki akan lebih gampang berkonflik dan bersaing ?
SK : Betul. Sisi lain anak perempuan yaitu lebih cenderung hangat kepada saudaranya dan persaingan menjadi lebih minim, apalagi kalau persaudaraannya perempuan dan laki-laki. Kemudian sisi agresif dominasi lebih mungkin baru terjadi kalau ada beberapa saudara perempuan. Misalnya ada dua anak perempuan, tiga anak perempuan, empat anak perempuan. Itu baru lebih mungkin nampak terjadi agresi, menuntut, mendominasi dan menguasai. Tapi kalau perempuan ini tidak terlalu dominan jumlahnya, jumlah yang tidak dominan dan sifat kewanitaannya inilah yang memberi keuntungan dalam relasi antar saudara kandung.
H : Selain faktor jenis kelamin, ada faktor apalagi ?
SK : Faktor berikutnya yaitu jumlah anggota keluarga, Pak Hendra. Semakin banyak jumlah anggota keluarga antar saudara, misalnya lima bersaudara, tujuh bersaudara, sepuluh bersaudara, itu ‘kan membuat pembagian peran semakin kompleks. Anak pertama, anak kedua, ketiga, keempat, kelima, masing-masing punya peran. Ini membuat kumpulan saudara kandung ini melatih mereka untuk lebih bisa bersosialisasi, saling berbagi, saling mendengarkan. Jadi ada kejujuran, rasa keadilan, mengontrol diri, saling berbagi ini lebih berkembang karena ini menjadi sebuah kumpulan yang banyak, Pak Hendra. Terlatih untuk saling mendengar dan saling berbagi antar saudara kandung ini.
H : Artinya banyak sedikitnya jumlah anggota persaudaraannya itu memengaruhi bagaimana mereka berinteraksi satu dengan yang lainnya ?
SK : Betul.
H : Apakah ada faktor lainnya, Pak ?
SK : Berikutnya adalah pengalaman hidup. Pengalaman-pengalaman buruk akan cenderung membuat relasi antar saudara kandung lebih positif. Baik itu pengalaman orangtua bercerai, orang tua berkonflik dalam pernikahannya, harus pindah tempat tinggal, perbedaan minat antar satu sama lain, ada peristiwa saudara atau orang tuanya sakit, bahkan kematian di tengah perjalanan hidup mereka sebagai seorang anak, pengalaman-pengalaman yang membuat tertekan dan stres. Justru hal-hal atau pengalaman negatif itu memberikan pemahanan atau rasa positif dalam relasi saudara kandung. Rasa senasib sepenanggungan, rasa solidaritas itu justru lebih terbentuk dalam situasi krisis dan masalah yang dijalani dalam perjalanan anak-anak ini.
H : Jadi mereka lebih erat dan lebih dekat di dalam krisis-krisis seperti itu ya, Pak ?
SK : Justru dari keluarga yang kaya raya dan melimpah fasilitas, antar saudara kandung lebih mudah tercerai berai. Kamu ya kamu, aku ya aku, kamu tidak butuh aku, aku tidak butuh kamu. Itu yang lebih banyak terjadi daripada keluarga yang miskin dan mengalami banyak masalah.
H : Apakah hubungan orang tua dengan anak, maksudnya di antara suadar-saudara kandung, biasanya anak orang tua mempunyai anak favorit, baik itu anak pertama, anak kedua, anak ketiga.
SK : Betul. Dalam proses saya menyelidiki percaturan saudara kandung, saya melihat bahwa bagaimana orang tua memperlakukan anak-anaknya, artinya memperlakukan anak pertama, kedua, ketiga, keempat dan bagaimana orang tua mengedukasi anak-anaknya dalam relasi antar saudara kandung itu memberi sumbangsih yang sangat besar terhadap keakraban, keakuran, atau relasi yang berjarak antar saudara kandung, baik dimasa anka-anak, remaja, apalagi dewasa. Orang tualah peletak dasar percaturan relasi antar saudara kandung dari anak-anaknya ini.
H : Apa pesan firman Tuhan untuk topik kita kali ini, Pak ?
SK : Saya bacakan dari Pengkhotbah 4:9 demikianlah firman Tuhan, "Berdua lebih baik daripada seorang diri. Karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka." Jadi firman Tuhan mengingatkan bahwa kita memang diciptakan bukan untuk hidup seorang diri tapi hidup dalam relasi. Termasuk di dalam relasi saudara kandung ini juga menyimpan anugerah Tuhan. Dan itu memberi kebaikan kalau kita bisa memaksimalkannya. Dengan demikian, maka kita bisa menikmati kekayaan komunitas. Komunitas bukan hanya sebatas di gereja, sesama saudara-saudara di dalam Kristus. Tetapi juga saudara kandung, kita bisa daya gunakan. Kalau kita mengembangkannya dengan positif dari beberapa faktor itu kita bisa perkaya. Sehingga dengan pemahaman kita pada kali ini, mari kita bisa memperkaya anugerah Tuhan lewat pengalaman-pengalaman hidup, lewat jarak usia, lewat urutan kelahiran, lewat jenis kelamin antar saudara kandung. Ada faktor-faktor yang memberi sumbangsih, tetapi itu bukan berarti faktor penentu akhir. Penentu akhir adalah bagaimana kita memanfaatkan, memandang positif dan mengembangkan lebih lanjut.
H : Terima kasih, Pak Sindu, untuk percakapan kita yang sangat menarik ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik "Percaturan Relasi Saudara Kandung". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami melalui surat yang dapat dialamatkan kepada Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.