Menghadapi Kepahitan Hidup

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T065B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Kepahitan hidup seringkali dialami oleh kita manusia, baik yang disebabkan oleh orang yang kita cintai maupun oleh sebab lain. Namun melalui topik ini kita belajar menghadapi kepahitan hidup itu dengan menyikapinya sesuai dengan firman Tuhan.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Setiap orang pasti pernah mengalami kepahitan hidup. Baik di rumah, di masyarakat, di tempat kerja, bahkan di gereja pun kita bisa mengalami kepahitan hidup.

  1. Pada dasarnya kita harus menentukan pilihan kita, apakah kita akan terus menjadi korban kepahitan tsb ataukah melepaskan diri dari kepahitan itu.

  2. Pilihan yang lebih baik dan yang juga Tuhan kehendaki ialah kita melepaskan diri, kita tidak mau lagi berada di bawah kepahitan itu.

  3. Pada akhirnya yang harus kita lakukan ialah memberi pengampunan kepada orang yang telah menimbulkan kepahitan pada diri kita. Dan pada saat kita berhasil memberi pengampunan pada saat itulah kita lepas menjadi korban dari kepahitan itu.

Seringkali yang membuat kita pahit adalah orang-orang yang terdekat dengan kita, orang yang kita percaya, orang yang kita kasihi. Contoh dalam Alkitab kisah seorang Yusuf.

Ada beberapa prinsip yang dapat kita pegang untuk menyembuhkan kepahitan:

  1. Untuk sembuh dari kepahitan diperlukan waktu. Dan waktu tidak sama untuk setiap orang, bagi orang tertentu mungkin beberapa hari cukup, sehari cukup, bagi orang-orang tertentu mungkin berminggu-minggu sebelum kepahitan itu akhirnya bisa sembuh.

  2. Selain perlu waktu untuk bisa sembuh, penyembuhan hanya terjadi tatkala ada rasa aman untuk tidak dilukai kembali. Dengan kata lain kalau kita harus menghadapi orang yang telah melukakan kita dan kita tetap merasa tidak aman atau merasa bahwa ada kemungkinan dia akan melukai kita lagi, maka kita akan sulit sekali mengalami penyembuhan yang sesungguhnya.

  3. Adakalanya menghindar merupakan langkah yang lebih baik. Jadi kita menciptakan jarak supaya kita tidak terlukai lagi dari pada terus-menerus kita menjadi korbannya. Tapi ini akan sulit kalau terjadi pada suami-istri, pasangan hidup kita atau terhadap anak-anak kita. Yang bisa kita lakukan adalah:

    1. Mencoba mengurangi kemungkinan kita dilukai. Misalkan kita tahu tindakan kita atau perkataan kita yang tertentu memicu kemarahannya itu yang kita hindarkan, jangan kita lakukan.
    2. Kita tetap harus hidup, artinya yang perlu kita lakukan, lakukanlah. Misalnya kita terlibat dalam kegiatan gerejawi tetaplah kita terlibat. Jangan sampai hidup kita akhirnya nonaktif, sebab pada saat kita nonaktif kita sungguh-sungguh menjadi korban yang tak berdaya.

Prinsip berikutnya dalam penyembuhan ini, kita akhirnya akan melihat bahwa ada penggenapan rencana Allah melalui apa yang kita alami. Kepahitan yang kita alami seringkali merupakan setitik alat atau bagian dari rencana Tuhan yang lebih besar lagi, yang tidak mungkin kita pahami dengan kemampuan berpikir manusia.

Kejadian 50:19-21, "Janganlah takut sebab aku inikah pengganti Allah, memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. Jadi janganlah takut aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga demikianlah ia menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya." Firman Tuhan menjelaskan dan menegaskan bahwa Dia berkuasa, bahkan waktu manusia merencanakan dan melakukan yang jahat dia bisa menggunakan yang jahat itu tetap untuk yang baik. Itulah yang ingin ditekankan Yusuf, tidak ada yang lepas dari kendali Tuhan bahkan yang jahatpun dapat Tuhan pakai untuk mendatangkan kebaikan. Jadi kita seharusnya merasa sangat aman kita bisa bersandar kepada Tuhan yang begitu berkuasa. Jadi saya rasa tidak ada alasan bagi setiap kita itu untuk cepat-cepat putus asa dan mengingkari kehidupan yang kadang-kadang pahit.