Menghadapi Bencana

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T096A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Hidup ini tidak selalu bisa kita kuasai, ada hal-hal yang bisa kita kuasai, ada hal-hal yang sangat di luar kuasa kita, bencana adalah salah satunya. Dan biasanya setiap orang melewati tahap-tahap tertentu dalam menghadapi bencana.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Hidup ini tidak selalu bisa kita kuasai, ada hal-hal yang bisa kita kuasai, ada hal-hal yang sangat di luar kuasa kita, bencana adalah salah satunya.

Tahap-tahap menghadapi bencana adalah:

  1. Tahap penyangkalan. Kita sangat-sangat shock, terkejut waktu mendengar sesuatu yang menghantam diri kita atau keluarga kita. Jadi reaksi kita adalah reaksi tidak percaya. Waktu kita bereaksi tidak percaya sesungguhnya kita ini sedang dalam proses mencoba menyangkal bahwa itulah yang telah terjadi. Adakalanya memang diperlukan untuk orang itu berdiam dalam proses penyangkalan, sebab pada proses penyangkalan itulah seseorang sebetulnya sedang mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi kenyataan yang luar biasa pahitnya.

  2. Kemarahan, adalah reaksi yang juga sering kali dimunculkan pada waktu kita menyadari bencana benar-benar telah menimpa kita. Dalam tahap marah kita biasanya akan menunjuk siapa yang telah bersalah, kita ingin tahu siapa itu yang bertanggung jawab. Apakah itu orang lain, Tuhan atau siapapun yang telah bersalah, dan kadang kalau kita tidak bisa menunjuk orang lain atau Tuhan, akhirnya kita hanya bisa menunjuk kepada diri sendiri, menyalahkan diri sendiri.

  3. Tahap bernegoisasi, misal dalam kasus seperti penyakit kita bisa bernegoisasi. Kita berkata kepada Tuhan, OK-lah Tuhan, saya mengaku saya pernah salah dulu, saya pernah berdosa dulu, nah sekarang ampuni saya. Saya berjanji kalau saya dibebaskan dari bencana ini, saya tidak jadi kena kanker saya akan menjadi hamba Tuhan, saya akan serahkan anak saya untuk melayani-Mu dsb, kita tawar-menawar. Harapan kita adalah kita akan berhasil membujuk Tuhan agar Tuhan mengurungkan niat-Nya, nah tawar-menawar ini biasanya kita lakukan dengan sungguh-sungguh, kita tadinya benar-benar marah kepada Tuhan sekarang berbalik.

  4. Tahap marah yang berat (depresi), marah di sini adalah marah yang benar-benar terlalu dalam dan tidak bisa lagi diekspresikan seperti pada tahap sebelumnya sehingga akhirnya muncul depresi. Salah satu yang membuat dia depresi berat adalah kenyataan yang dia harus terima bahwa tidak ada jalan lain, tawar-menawar tidak berhasil, tetap menderita penyakit yang sama, bencana benar-benar telah datang dan tidak bisa lagi mengelak.

  5. Tahap kita mengumpulkan kembali hidup kita, kita mengintegrasikan kembali yang telah terjadi baik kerugian atau pun yang tersisa. Jadi benar-benar secara nyata kita melihat kerugian yang harus kita tanggung tapi kita juga masih bisa menghitung yang tersisa pada diri kita atau kehidupan kita. Nah akhirnya kita satukan kembali kepingan-kepingan hidup itu dan memulai hidup yang baru.

Saya akan tutup dengan kesaksian seorang pendeta yang kehilangan anaknya karena kematian. Pendeta ini sering memberikan penghiburan kepada jemaatnya. Jadi jemaatnya ini ingin tahu apa yang dilakukan oleh si pendeta setelah kehilangan anak yang dikasihinya. Ternyata pendeta ini tabah, kuat melewati semuanya dan pada waktu anaknya dikubur, ia berkhotbah atau memberikan kata-kata seperti ini : "Satu besi kalau dilempar ke air akan tenggelam, tapi besi yang dipasang dan dibangun menjadi sebuah kapal akan bisa mengapung." Dia berkata: "Kematian anak saya ibarat satu besi itu, yang kalau dilempar ke laut akan tenggelam. Namun sebetulnya itu adalah satu besi yang Tuhan sedang pakai merancang sebuah kapal yang besar dan kapal itu memang tidak bisa saya lihat sekarang, tapi itu adalah rencana Tuhan."

Ini kesaksian memberikan kita satu penghiburan bahwa apapun yang kita alami, akan ditangani oleh Tuhan dan akan menjadi kebaikan. Kejadian 50:20 berkata: "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan." Meskipun jahat, meskipun buruk, Tuhan bisa pakai itu untuk yang baik.