Menanamkan Kebenaran Pada Anak

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T239A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Sebagai orang tua kita perlu mengajarkan kebenaran pada anak dan kita juga perlu mengerti kehidupan pergaulan anak zaman ini sekaligus menjadi teman bagi mereka. Dan kita akan belajar dari surat 3 Yohanes yang di tulis oleh Rasul Yohanes kepada Gayus anak rohaninya. Akan dijelaskan di sini 3 hal yang kita perlu pelajari dari surat 3 Yohanes.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar daripada mendengar bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran. 3 Yohanes 1:4

Surat 3 Yohanes ditulis oleh Rasul Yohanes kepada seseorang bernama, Gayus-anak rohani Rasul Yohanes. Di dalam suratnya yang singkat ini, Rasul Yohanes menyampaikan terima kasihnya kepada Gayus atas pertolongan yang telah diberikannya kepada beberapa saudara yang datang berkunjung. Rasul Yohanes memuji Gayus yang hidup di dalam kebenaran-kehidupan yang membawa sukacita besar bagi Rasul Yohanes. Dari surat yang pendek ini ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik dan terapkan untuk keluarga.

Pertama, Yohanes menganggap Gayus sebagai anak dan sebagai orangtua ia memandang Gayus bukan saja sebagai anak biasa melainkan sebagai anak rohani. Tuhan mengharapkan agar kita bukan saja menjadi orangtua jasmaniah tetapi juga orangtua rohaniah bagi anak-anak kita. Kadang kita beranggapan bahwa tugas hamba Tuhanlah untuk menjadi orangtua rohani bagi anak-anak kita. Pandangan ini keliru. Orangtualah yang bertanggung jawab atas kerohanian anak-anaknya. Jika ada di antara anak kita yang meninggalkan iman atau tidak pernah memeluk iman kristiani, besar kemungkinan kita memiliki andil dalam keputusannya itu.

Dengarlah perintah Tuhan kepada orang Israel:

Tetapi kamu harus menaruh perkataanku ini dalam hatimu dan dalam jiwamu; kamu harus mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu. Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun; engkau harus menuliskannya pada tiang rumahmu dan pada pintu gerbangmu supaya panjang umurmu dan umur anak-anakmu di tanah yang dijanjikan Tuhan...

Ulangan 11:18-21

Ada dua hal yang diperintahkan Tuhan di sini. Pertama, Tuhan memerintahkan orang Israel untuk menaruh perkataan Tuhan di dalam hati dan jiwanya. Kedua, Tuhan memerintahkan mereka untuk mengajarkan perkataan Tuhan kepada anak-anak dengan membicarakannya-pada pelbagai kesempatan-dan menuliskannya-pada pelbagai tempat.

Membicarakannya pada pelbagai kesempatan berarti menjadikan Firman Tuhan bagian integral dalam percakapan keluarga. Menuliskannya pada pelbagai kesempatan merupakan upaya untuk terus mengingatkan anak akan perkataan Tuhan lewat bahasa tulisan. Dan prasyarat dari semua ini adalah kita harus menaruh perkataan Tuhan di dalam hati dan jiwa kita terlebih dahulu.

Kedua, Yohanes memuji Gayus yang telah setia kepada kebenaran dan hidup dalam kebenaran. Orangtua perlu menyadari bahwa dunia di mana anak tinggal tidaklah ramah terhadap iman kepercayaannya.

·Dunia tidak menyenangi kekudusan,

·Dunia juga tidak menyenangi keyakinannya bahwa Kristus adalah satu-satunya jalan kepada Bapa

·Dunia tidak menyenangi cinta anak kepada Kristus

·Dunia pun tidak menyukai tekad anak untuk melayani Tuhan

Kita perlu mengingatkan anak akan desakan dunia dan terus mendorongnya untuk hidup dalam kebenaran. Kita harus mengingatkan anak bahwa terpenting dalam hidup adalah mematuhi perkataan Tuhan dan hidup di dalam-Nya. Jangan lupa untuk menyampaikan penghargaan kita akan komitmennya untuk hidup dalam kebenaran.

Ketiga, Yohanes berterima kasih kepada Gayus yang telah berbuat baik kepada saudara seiman. Ternyata Gayus bukan saja hidup dalam kebenaran, ia pun hidup dalam kebaikan. Perbuatan baik merupakan wujud nyata kasih kepada Tuhan dan sesama. Kita harus memberi contoh konkret kepada anak sebelum ia dapat berbuat baik kepada sesama. Anak belajar paling banyak bukan dari perkataan melainkan perbuatan kita. Kesediaan kita untuk menolong serta membagi apa yang kita miliki adalah bukti nyata kasih kepada Tuhan dan sesama.

Sewaktu anak melihat perbuatan baik, ia pun belajar meniru dan perlahan namun pasti ia akan meyakini bahwa perbuatan baik bukanlah sesuatu yang luar biasa melainkan sesuatu yang biasa dan bisa dilakukan. Akhirnya berbuat baik menjadi bagian dari hidupnya..