Ketika Pasangan Meninggal Tuhan 1

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T585A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Bekal rohani yang dibawa masuk pernikahan, besar pengaruh diri yang lama terhadap pertumbuhan rohani, relasi dengan Tuhan berpengaruh besar dalam hubungan pasutri, kecewa terhadap pasangan, sekuat-kuatnya kita suatu saat bisa jatuh.
Audio
MP3: 
Play Audio: 


Ringkasan

dpo. Pdt. Dr. Paul Gunadi

Salah satu kerinduan kita sewaktu menikah adalah selain dari kita dapat hidup bersama sampai tua, kita pun berharap kita akan dapat hidup bersama di dalam Tuhan selamanya. Kita ingin saling mendoakan dan saling mendukung sampai Tuhan memanggil kita pulang. Namun kadang harapan tidak menjadi kenyataan karena pasangan meninggalkan Tuhan dan memilih jalan hidup di luar Tuhan. Apakah yang mesti kita perbuat bila ini terjadi di dalam pernikahan kita? Berikut dipaparkan beberapa masukan :

PERTAMA, KITA MESTI MENYADARI BAHWA BEKAL ROHANI YANG KITA BAWA MASUK KE DALAM PERNIKAHAN BERPENGARUH BESAR DI DALAM PERJALANAN ROHANI.
Sama seperti bekal dalam perjalanan, kitapun hanya dapat berjalan sejauh bekal rohani yang kita bawa. Dengan kata lain, mungkin penyebab mengapa pasangan meninggalkan Tuhan adalah dikarenakan bekal rohani yang dibawanya tidak banyak. Ia belum berakar dalam iman dan Firman, dan belum berbuah dalam Roh. Mungkin sekilas tampaknya bekal itu banyak pada masa berpacaran dan awal pernikahan, namun sesungguhnya tidak. Yang membuatnya tampak banyak adalah pengaruh lingkungan—terutama kita yang rohani—terhadapnya. Setelah menikah barulah tampak bahwa bekal itu tidak banyak; itu sebab perlahan tapi pasti ia mulai malas berbakti, malas berdoa dan tidak berminat terhadap hal rohani.

KEDUA, KITA PUN MESTI MENYADARI BAHWA DIRI YANG LAMA BERPENGARUH BESAR DI DALAM PERTUMBUHAN ROHANI.
Mungkin pasangan kita bukanlah seorang percaya sebelum bertemu dengan kita dan baru menjadi orang percaya setelah mengenal kita. Kendati pada saat itu ia sungguh percaya dan ingin bertumbuh di dalam Tuhan, namun jangan lupa bahwa siapa dirinya dulu dan bagaimana ia dibesarkan berpengaruh besar di dalam pertumbuhan dan pergumulan rohaninya. Kadang, diri yang lama kembali mencuat dan menguasai diri yang baru dikarenakan kelengahan atau kelemahan. Bila ia tidak secara aktif memelihara relasinya dengan Kristus, ia dapat kembali kepada kehidupan yang lama.

KETIGA, KITA JUGA HARUS MENGERTI BAHWA HUBUNGAN KITA DENGANNYA JUGA BERPENGARUH BESAR DI DALAM RELASINYA DENGAN TUHAN.
Idealnya memang tidak; seharusnya relasinya dengan Tuhan terpisah dan berdiri kuat, terlepas dari hubungannya dengan kita. Namun, tidak selalu itu terjadi. Adakalanya pasangan meninggalkan Tuhan karena tahu bahwa keputusan ini merupakan pukulan besar buat kita. Di dalam ketidakberdayaan menghadapi kita, ia menggunakan kerohanian untuk membalas atau menyakiti kita. Ia tahu bahwa kerohanian adalah hal yang penting dalam hidup kita; jadi, itulah yang dijadikan sasarannya. Ia mogok ke gereja karena ia tahu, ini akan membuat kita malu; ia menolak berdoa karena ia tahu, ini melukai hati kita. Singkat kata, ia melepaskan Tuhan sebagai upaya untuk melepaskan diri dari kita atau untuk kembali menguasai kita atau untuk menyamakan skor.

KEEMPAT, ADAKALANYA KITALAH PENYEBAB MENGAPA PASANGAN MENINGGALKAN TUHAN.
Mungkin kita telah memerlihatkan hidup yang tidak konsisten; di satu pihak kita menggembar-gemborkan kekudusan dan kebenaran, di pihak lain kita menjalani kehidupan yang bertolak-belakang. Atau, di satu pihak kita rajin terlibat dalam pelayanan, di pihak lain kita melalaikan tanggungjawab di keluarga. Pada akhirnya pasangan kecewa dan memutuskan untuk meninggalkan Tuhan sama sekali.

KELIMA, KITA PERLU MENYADARI BAHWA SEKUAT-KUATNYA KITA, SUATU SAAT KITA DAPAT JATUH.
Kadang itu yang terjadi. Pasangan jatuh kedalam dosa tetapi tidak mau atau tidak berani mengakuinya. Mungkin ada yang jatuh hanya sekali tetapi mungkin ada yang jatuh berulang-kali. Oleh karena merasa diri kotor dan berdosa, ia pun memilih menjauh dari Tuhan dan dari sesama orang percaya. Ia merasa tidak layak dipanggil orang Kristen; itu sebab, ia tidak lagi memanggil diri sebagai orang Kristen.

Di dalam Matius 13:24-30 dicatat perumpamaan Tuhan Kita Yesus tentang lalang di antara gandum. Musuh kita, Iblis, selalu menaburkan benih lalang untuk memisahkan kita dari Tuhan. Tidak heran, walau kita memulai pernikahan dengan gandum—hidup dalam Kristus—jika tidak waspada, kita mengakhirinya dengan lalang. Itu sebab kita harus menjaga bukan saja kerohanian, tetapi juga pernikahan kita. Jangan sampai lengah dan memberi kesempatan kepada Iblis untuk menabur lalang di ladang pernikahan kita.